Jumat 24 Jun 2016 23:41 WIB

Indonesia Kurang Optimalkan Alutsista

Rep: Lintar Satria/ Red: Karta Raharja Ucu
Prajurit Kopassus berada didekat deretan senjata yang selama ini digunakan oleh pasukan elite angkatan darat tersebut, pada pameran Alutsista di Semarang, Jateng, Minggu (13/12).
Foto: Antara/R. Rekotomo
Prajurit Kopassus berada didekat deretan senjata yang selama ini digunakan oleh pasukan elite angkatan darat tersebut, pada pameran Alutsista di Semarang, Jateng, Minggu (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Komisi I Syaifullah Tamliha menilai Indonesia kurang memanfaatkan alutsista untuk menjaga perbatasan. Syaifullah mengatakan Badan Keamanan Laut dan Angkatan Laut memiliki satelit yang dapat mendeteksi keberadaan kapal-kapal yang melaut di perairan Indonesia.

"Semacam satelit yang tahu persis keberadaan kapal-kapal di perairan Indonesia," katanya, Jumat (24/6).

Syaifullah mengatakan data dari alat tersebut seharusnya dapat dioptimalkan. Misalnya nahkoda kapal dagang yang merasa terancam oleh perompak atau teroris dapat memberi sinyal.

Menurut dia, moratorium ekspor batu bara bukan solusi yang tepat. Karena berefek negatif bagi perdagangan Indonesia. Karena itu menurut dia Indonesia harus lebih memaksimalkan pejagaan kapal-kapal dagang dengan alustista yang ada.

Selain satelit tersebut, tambah Syaifullah, Indonesia juga baru membeli dua kapal perang dari Inggirs. KRI 357 Bung Tomo dan KRI 358 John Lie. Menurut Syaifullah kedua kapal tersebut seharusnya dioptimalkan untuk partroli di sekitar Pulau Natuna. "Masih ditempatkan di Surabaya," katanya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, menyatakan ada tujuh anak buah kapal (ABK) Indonesia yang disandera oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda di Filipina Selatan pada 20 Juni 2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement