REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listianto, menyatakan, masih ada potensi yang bisa dimanfaatkan Indonesia terkait mundurnya Inggris dari Uni Eropa (UE). Potensi itu berupa peningkatan kemungkinan kerjasama antara kedua negara.
Sebelumnya, sekitar 52 persen warga Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa. Sementara 48 persen warga Inggris memilih untuk bertahan dan tetap bergabung bersama UE. Keluarnya Inggris dari UE ini dinilai dapat berdampak meningkatkan potensi kerjasama antara Indonesia dengan Inggris. Kerjasama-kerjasama ini juga tidak hanya terjalin di salah satu bidang.
"Dalam dampak jangka panjang-menengah, sebenarnya ada potensi besar untuk mengembangkan kerjasama di bidang perdagangan, investasi, keuangan, pendidikan, dan teknologi,'' ujar Eko saat dihubungi Republika, Jumat (24/6).
Potensi kerjasama antara Inggris dengan Indonesia ini, ujar Eko, dapat diperkuat oleh hubungan kerjasama bilateral yang sebelumnya sudah dilakukan oleh kedua negara. ''Terlebih dalam beberapa waktu lalu sudah terjadi berbagai kerjasama antara Indonesia dengan Inggris,'' kata Eko.
Eko menambahkan, pasca memutuskan keluar dari UE, Inggris perlu untuk mengembangkan kerjasama dengan negara-negara lain. Sementara di sisi lain, Indonesia juga tengah berusaha memperluas kemungkinan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Eropa, termasuk Inggris.
''Di sisi lain, Indonesia juga perlu secara intensif mengembangkan kerjasama di Eropa, termasuk dengan Inggris,'' tutur Eko.
Sedangkan untuk dampak jangka pendek terhadap perekonomian Indonesi, Eko menuturkan, keluarnya Inggris dari UE tidak akan berpengaruh besar, kecuali penguatan nilai tukar rupiah terhadap poundsterling.
"Kalau jangka pendek, ini tidak akan terlalu besar (pengaruhnya), selain menguatnya rupiah atas poundsterling. Penguatan ini karena mata uang mereka mengalami tekanan yang cukup besar atas keluarnya Inggris dari UE,'' ujar Eko.