REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta publik untuk tidak panik dalam menanggapi kasus peredaran vaksin palsu. Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menjelaskan, Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes juga telah membuat surat edaran nomor TU.02.06/D.1/II.4/912/2016 tertanggal hari ini, Jumat (24/6).
Diketahui, ada beberapa jenis vaksin yang dipalsukan, yakni BCG, Campak, Polio, Hepatitis B, dan Tetanus Toksoid. Kemenkes mengimbau semua pelaksana pelayanan imunisasi baik di lingkup pemerintah maupun swasta untuk memeriksa kembali sumber pembelian jenis-jenis vaksin tersebut.
Apabila sumber pembelian diragukan, maka vaksin tidak boleh digunakan. Kemenkes juga mengimbau agar dinas-dinas kesehatan di semua provinsi terus berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kemudian, rumah sakit dan klinik diimbau agar segera melapor ke dinas kesehatan terkait bila pihak orang tua pasien mengeluhkan kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) pada diri anak mereka.
Menteri Nila mengecam keras praktik pemalsuan vaksin dan peredaran vaksin palsu di tengah masyarakat. Dia juga berterima kasih kepada pihak Polri yang terus bekerja keras mengusut tuntas kasus tersebut.
Dia menegaskan, tidak akan ada toleransi bagi pihak-pihak manapun yang terlibat dalam praktik pelanggaran hukum. “Jika terbukti ada fasilitas kesehatan yang terlibat, maka akan diberi sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Menteri Nila F Moeloek saat jumpa pers di kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat (24/6).
Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik BPOM Togi Junice Hutadjulu menjelaskan, BPOM pernah menerima laporan mengenai dugaan pemalsuan vaksin pada 2013. Laporan itu, kata Togi, berasal dari pihak produsen resmi yang vaksinnya dipalsukan. Laporan yang sama juga disampaikan ke Bareskrim Mabes Polri.
Dari hasil penelusuran BPOM, ada lima orang yang berperan sebagai pemalsu vaksin sekaligus penyalurnya. Menurut Togi, kepolisian sudah menangkap kelima pelaku tersebut pada 2013. Satu orang pelaku sudah divonis, sedangkan empat lainnya masih dalam proses hukum.