REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Nelayan di Desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango, Kipon Pakaya mengaku mulai kekurangan udang untuk makanan hiu paus yang berada di obyek wisata baru tersebut.
"Belakangan ini pasokan limbah udang dari perusahaan tempat kami biasa membeli mulai kurang. Perusahaan yang mengolah udang ini katanya juga kekurangan pasokan dari nelayan dan petambak," ujarnya di Gorontalo, Kamis.
Ia khawatir kurangnya pasokan udang, akan berdampak pada kemunculan kawanan hiu paus yang biasa diberi makan oleh pengunjung.
Nelayan setempat yang turut mengelola wisata tersebut, menjual limbah udang dari perusahaan dengan harga Rp 10 ribu per kantong plastik hitam berukuran kecil.
Sedangkan karcis masuk ke wisata hiu paus sebesar Rp15 ribu per orang, sementara untuk turis mancanegara dan penyelam dikenakan tarif lebih mahal yakni Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per orang.
Sebelumnya, peneliti hiu paus dari World Wildlife Fund (WWF), Cassandra Tania mengatakan, kondisi kawasan wisata hiu paus di Desa Botubarani memiliki kemiripan dengan yang berada di Oslob, Filipina.
"Kemiripan yang pertama adalah kontak pengunjung dengan hiu paus, interaksinya masih bebas sehingga berbahaya bagi kesehatan hiu.
Kedua, hiu paus di Oslob juga luka-luka sama dengan di Botubarani akibat membludaknya pengunjung," katanya saat memaparkan data hasil penelitian dalam Lokakarya Hiu Paus di Gorontalo.
Hiu paus di dua lokasi itu juga sama-sama mengalami perubahan perilaku, yaitu muncul saat diberikan makanan.
"Tapi di Filipina diberi makan udang utuh, sedangkan di Botubarani hanya kepala dan kulit udang yang sudah pasti miskin nutrisi," tukasnya.
Kemiripan-kemiripan itu, lanjutnya, juga menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan wisata hiu paus di Gorontalo.
"Perlakuan yang tidak benar kepada hiu paus di Filipina, akhirnya menimbulkan kampanye besar-besaran yang merekomendasikan pengunjung tidak lagi berwisata ke lokasi itu. Kami tidak ingin hal yang sama terjadi di Gorontalo," tandasnya.
Menurutnya hiu paus seharusnya tidak diberi makan, apalagi secara rutin setiap hari oleh para pengunjung seperti di Botubarani.
Alasannya hewan tersebut tidak akan mendapatkan nutrisi penuh dari makanan yang diberikan pengunjung, dibandingkan mencari makan secara alamiah.