Selasa 21 Jun 2016 14:30 WIB

Rencana Normalisasi PPN Rokok Dinilai Perlu Dikaji ulang

Merek rokok resmi (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Merek rokok resmi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah menormalisasikan PPN rokok, dinilai perlu dikaji ulang. Sebab, banyak yang harus dipersiapkan untuk memberlakukan peraturan tersebut.

Menurut Yustinus Prastowo dari Center for Indonesia Taxation Analysis, normalisasi ini nantinya akan melibatkan seluruh mata rantai industri. "Dan ini sungguh rumit," kata dia menjelaskan dalam keterangan tertulis, Selasa (21/6).

Pemerintah, kata dia, harus benar-benar sudah siap secara administrasi untuk menerapkan normalisasi ini. "Jika tidak akan rawankebocoran-kebocoran. Jika ada kebocoran, sudah bisa dipastikansemua pihak akan rugi," kata dia.

Ia mengusulkan, sebelum diterapkan peraturan ini, alangkah baiknya pemerintah mempersiapkan diri agar bisa mengontrol administrasi. Sebab, dengan sistem administrasi saat ini, pastilah akan banyak kebocoran.

 
Yustinus juga meminta pemerintah fokus dengan sistem yang sudah ada. "Aturan sekarang sudah terukur," ujar dia.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti mengatakan, sistem yang dibuat pemerintah saat ini sudah pasti dan baik. "Jadi kenapa harus diubah?" ucapnya.

Menurut Moefti, normalisasi butuh persiapan yang matangmulai dari sistem administrasi hingga sosialisasi ke industri terkait. "Bila tak maksimal tentu akan ada ketimpangan-ketimpangan," kata Yustinus.

 
Mulai Januari 2016 lalu pemerintah memutuskan meningkatkan tarif PPN rokok efektif dari 8,4 persen menjadi 8,7 persen. Tarif tersebut dikenakan di tingkatan pabrik rokok. Seperti yang pernah disampaikan oleh Badan Kebijakan Fiskal, pemerintah kedepan nya mempunyai rencana untuk memberlakukan PPN normal 10 persen untuk PPN rokok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement