REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Indonesia menceritakan kronologi penangkapan kapal Cina oleh Indonesia. Menurut Retno Marsudi, insiden terjadi pada Jumat, 17 Juni 2016, pukul 04.24 pagi.
"Kapal TNI AL memergoki 10-12 kapal ikan asing (KIA) di perairan Natuna di ZEE Indonesia," kata Retno dalam pernyataan yang diterima Republika.co.id, Senin (20/6).
Beberapa KIA terlihat sedang melempar jaring dan diduga sedang melakukan penangkapan ikan ilegal. Melihat kapal TNI AL, KIA berpencar melarikan diri.
Baca: Nelayan Natuna Keluhkan Nelayan Cina
Empat kapal TNI AL melaksanakan pengejaran secara terpisah. Kapal TNI AL meminta agar kapal-kapal ikan asing tersebut berhenti dan mematikan mesin. Pesan disampaikan melalui radio komunikasi dan menggunakan pengeras suara.
Permintaan tersebut diabaikan dan KIA menambah kecepatan. Setelah beberapa jam pengejaran, dilakukan tembakan peringatan ke udara dan laut. Langkah penegakan hukum melalui peringatan tersebut juga diabaikan.
Beberapa KIA bermanuver hampir menabrak kapal KRI dan kapal ikan asing tersebut lari keluar perairan Natuna ZEE Indonesia. Satu kapal ikan asing nomor 19038 berhasil dihentikan dan ditangkap kapal TNI AL pada pukul 09.55 WIB.
Saat ditangkap, KIA tersebut bermuatan ABK (enam laki-laki dan satu perempuan). "Ketujuh ABK dalam keadaan baik dan tidak ada yang luka," kata Retno.
Ketujuh ABK dibawa menuju Sabang Mawang. Dalam perjalanan menuju Sabang Mawang, KRI didekati oleh kapal coast guard Cina di perairan Natuna yang meminta KRI melepaskan KIA. Permintaan itu ditolak TNI AL karena akan melakukan investigasi dan penegakan hukum.
Saat ini proses investigasi sedang dilakukan atas dugaan illegal fishing. Ditemukan sekitar dua ton ikan di kapal ikan tersebut. Berdasarkan UNCLOS 1982, semua negara termasuk Indonesia berhak melakukan penegakan hukum di perairannya, termasuk ZEE.
"Indonesia akan terus melakukan penegakan hukum di semua perairan Indonesia," kata Retno.