REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG -- Sebagian warga Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih melestarikan permainan tradisional "meriam bambu" selama Ramadhan.
Sarnubi, seorang warga Pangkalpinang, Sabtu (18/6), menjelaskan bahwa meriam bambu permainan tradisional terbuat dari batang bambu yang diisi minyak tanah dan potongan kain sumbu untuk bisa mengeluarkan suara keras layaknya sebuah meriam zaman penjajahan.
"Pangkal bambu dilobangi dan dimasukkan sumbu dari kain serta minyak tanah, kemudian dipancing beberapa kali dengan menggunakan ranting kayu yang sudah dibakar untuk mengeluarkan suara yang keras," ujarnya.
"Pertemuan api dari ranting kayu dengan kain dan minyak yang berada di lobang bambu akan menghasilkan bunyi cukup keras seperti bunyi meriam. Hanya saja meriam bambu tidak mengeluarkan peluru, malainkan hanya suara yang keras saja," katanya.
Ia mengatakan, meriam bambu ini cukup dikenal pada zaman dahulu sebagai permainan orang kampung yang khusus dimainkan dalam bulan suci Ramadhan saja. "Awalnya orang zaman dahulu menggunakan meriam bambu ini di pondok kebun untuk mengusir binatang yang mencoba menggerogoki tanaman kebun mereka," ujarnya.
Kemudian, kata dia, meriam bambu menjadi permainan yang sering didengar selama Ramadhan. "Meriam bambu ini hanya sering dimainkan selama Ramadhan, selain memainkan petasan atau mercon," ujarnya.
Ia mengakui, meriam bambu ini menghasilkan bunyi cukup keras yang kadang-kadang bisa saja mengganggu ketenangan warga lainnya. "Makanya meriam bambu ini sering dimainkan orang kampung yang tinggal jauh dari pusat keramaian atau orang yang tinggal di pinggiran kota," ujarnya.
Ia mengatakan, kendati meriam bambu ini suaranya cukup keras namun bagi sebagian warga merasa senang mendengarnya karena menjadi ciri khas Ramadhan. "Dulu Ramadhan identik dengan meriam bambu, sekarang sudah jarang dimainkan karena anak zaman sekarang sudah menggantinya dengan petasan dan mercon," ujarnya.