REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta memprediksi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta akan mengalami kemarau yang lebih basah hingga beberapa bulan ke depan.
"Awan-awan hujan terus mengalami pertumbuhan, akibat dampak dari La Nina dan Dipole Mode Negatif. Diprediksi pada Juli, curah hujan di DIY berkisar antara 21 hingga 100 milimeter," kata Koordinator Pos Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Joko Budiono, Sabtu (18/6).
Menurut dia, kisaran curah hujan tersebut diprediksi akan sampai pada Agustus 2016. Setelah itu akan mengalami peningkatan pada September. "Di bulan ini, curah hujan kisaran 51-100 milimeter. Petumbuhan awan-awan hujan akan meningkat. Kemarau di Yogyakarta akan lebih basah dibandingkan normalnya," katanya.
Ia mengatakan, fenomena Dipole Mode Negatif, merupakan anomali berupa bertambahnya pasokan air di wilayah Indonesia bagian barat. "Sementara La Nina merupakan dampak dari El Nino. Pada dasarian pertama Juni ini, El Nino telah meluruh ke normalnya. Intensitas La Nina berkekuatan lemah hingga sedang sampai September," katanya.
Joko mengatakan, dampak positifnya bagi tanaman pangan, padi akan terpenuhi kebutuhan airnya. "Sedangkan hortikultura, bisa buruk. Karena kelebihan air. Seperti tebu, palawija, dan tembakau," katanya.