REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rumah Bersalin Cuma-Cuma (RBC) tahun ini menginjak usia ke 12. RBC menjadi saksi kelahiran 6.772 bayi keluarga dhuafa. Selama itu pula, RBC telah melayani 6.772 persalinan, dari jumlah member yang terverifikasi layak menerima manfaat mencapai 7.570 ibu hamil. Mayoritas dari mereka bersuami jobless, tak punya pekerjaan tetap alias serabutan. Sebagian lagi, adalah para pekerja level bawah, semisal buruh pabrik, atau tenaga pengamanan.
Saat itu, Ramadhan tahun 2003. Momen itu serupa gong besar yang terus mendengungkan azam kuat Sinergi Foundation (SF) untuk terus berbagi manfaat. Di bidang kesehatan, salah satunya.
Ima Rachmalia, direktur program saat itu, meluncurkan program bea bebas bersalin bagi kaum dhuafa. Program ini seakan menjadi jawaban, atas kasus-kasus tersanderanya bayi mungil tanpa dosa lantaran ibu-bapaknya tak mampu menebus biaya persalinan. Bekerjasama dengan RS Al- Islam Awibitung, saat itu ada sekira 40 ibu penerima manfaat.
Terbersit di hati Ima untuk membuat sebuah klinik kesehatan. Bukan klinik biasa, namun klinik yang khusus menangani persalinan. Hingga suatu hari, terjadi sebuah peristiwa tak terlupakan. Peristiwa yang membekas di sanubari para pelakunya, hingga menguatkan azam untuk semakin serius mengkhidmatkan diri melayani istri-istri orang pinggiran yang tengah mengandung.
Siang itu, sebuah becak menghentikan lajunya di muka kantor SF di Jalan Pasir Kaliki 143, Bandung. Di dalamnya, seorang wanita terkulai lemah, meringis menahan sakit karena goncangan laju becak. Perutnya besar, membuncit tanda hamil tua. Tertatih-tatih, ia menghampiri petugas SF di front office.
Maka, dijelaskannya tujuan ia datang. Ia memohon, agar dibantu mencari tahu keberadaan suaminya yang telah lama merantau. Di pertengahan kalimatnya, wanita tersebut tiba-tiba mengalami kontraksi. Nyeri, lantaran kontraksi itu semakin kuat.
Singkat cerita, dipapahlah ia ke mushola kantor. Dengan waktu yang kian sempit, dua orang bidan yang siap bertugas sebagai relawan medis didatangkan. Dibantunya persalinan wanita tersebut. Bekerjasama, bahu membahu memenuhi keperluan kelahiran.
Dinding mushola, tahun 2003 kala itu, menjadi saksi bisu lahirnya bayi mungil di satu sudutnya. Peristiwa itu memantik para pegiat sosial di SF untuk membuat sebuah program, solusi para dhuafa yang hendak melahirkan. Gagasan terus menggelinding, bak bola salju yang kian membesar, menggelinding tak terbendung. Gagasan yang mengerucut pada satu tekad untuk merintis sebuah institusi kesehatan ibu dan anak bebas biaya, bagi mereka yang papa.
Dengan begitu, biaya per satu persalinan bisa ditekan sedemikian rupa, sehingga berefek pada semakin banyaknya para ibu hamil kalangan marjinal yang bisa bersalin selayak sesamanya.
Dari sanalah RBC bermula. Tanggal 11 Oktober 2004, resmi sebuah rumah di bilangan Bojongraya Holis disewa. Embrio yang pada perjalanannya kemudian menjadi program kesehatan unggulan SF.