REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny Kabur Harman mengatakan, pihaknya sudah memimpin Komisi III DPR RI meminta penjelasan langsung kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal kasus Sumber Waras.
Benny sebagai ketua rombongan yang mengunjungi BPK sempat mempertanyakan soal hasil audit investigatif yang dilakukan BPK terkait pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ia menjelaskan, pada pertemuan Komisi III dengan BPK tersebut, pimpinan BPK menegaskan bahwa audit investigatif pada Sumber Waras merupakan permintaan dari KPK.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat permintaan dari KPK tertanggal 6 Agustus 2014. Bahkan, BPK juga menegaskan hasil auditnya menunjukkan adanya pelanggaran hukum.
"Setelah selesai (hasil audit), saya tanya lagi (ke BPK) apakah ada pelanggaran hukum? Dikatakan (BPK) pelanggaran hukum yang sempurna," ujar Benny K Harman, Selasa (14/6). Namun, pernyataan BPK ini berbeda dengan pimpinan KPK yang menyebut belum ada pelanggaran hukum atas kasus Sumber Waras.
(Baca: KPK Sebut tak Ada Korupsi dalam Pembelian Lahan RS Sumber Waras)
Menurut Benny, tidak adanya pelanggaran hukum bukan satu-satunya yang dapat menentukan ada tidaknya kasus korupsi. Kalau hanya berdasarkan ada atau tidaknya pelanggaran hukum, KPK hanya mendasarkan kesimpulannya dari pasal nomor 2 dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Padahal, masih ada pasal 3 yang intinya menyatakan korupsi juga dapat dilakukan karena penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan dirinya atau golongan, jadi tidak hanya ditentukan oleh adanya pelanggaran hukum. "Sudahkah KPK masuk angin atau takut, tidak tahu kita," ucapnya.
(Baca: Pimpinan KPK Berbeda Pendapat Soal Kasus Sumber Waras)
Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, pihaknya ingin KPK menjadi lembaga yang kuat dan tidak tebang pilih dalam menangani kasus.
Jadi, Komisi III mempertanyakan soal perkembangan kasus Sumber Waras ini ke KPK agar KPK tidak masuk angin untuk mengusut kasus Sumber Waras yang diduga melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). "Jangan sampai ada invisible (tangan tidak terlihat), intervensi yang bermain di belakang KPK. Save KPK," tegasnya.