Senin 13 Jun 2016 08:07 WIB

Penolakan IDI Sebagai Eksekutor Kebiri Diapresiasi

Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga swadaya masyarakat Human Rights Working Group (HRWG) mengapresiasi sikap Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak dilibatkan sebagai eksekutor hukuman kebiri. Melalui siaran persnya, HRWG memandang munculnya sikap IDI merupakan sinyalemen dari proses pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 yang tidak partisipatif dan mempertimbangkan segala aspeknya secara matang.

"Perppu Nomor 1 Tahun 2016 ini merupakan gambaran tidak matangnya rencana dan kajian yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak terkait untuk memerangi kejahatan seksual. Solusi yang seharusnya betul-betul dipikirkan secara matang, justru dibuat dengan mengikuti histeria sesaat dan reaktif," kata Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz, Ahad (12/6).

Menurut dia, upaya menghukum seseorang dengan kebiri merupakan hukuman yang termasuk dalam kategori penyiksaan karena bersifat kejam, merendahkan dan tidak manusiawi.

"Adanya penolakan tentang kebiri bukan tidak beralasan. Meskipun kejahatan seksual terhadap anak harus diberantas dan dihukum seberat-beratnya, namun hal itu harus memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi yang telah disepakati," ucap Hafiz.

HRWG sendiri menolak hukuman kebiri karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip antipenyiksaan.

"Kejahatan seksual, terutama kepada anak, harus diberantas dan dihukum seberat-beratnya, namun upaya itu bukan berarti harus melabrak ketentuan hak asasi dan nilai kemanusiaan," kata Hafiz.

Sebelumnya, Pengurus Besar IDI menolak dilibatkan sebagai eksekutor hukuman kebiri yang ditetapkan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016. Ketua Umum IDI Prof. Dr Ilham Oetama Marsis meminta agar pelaksaaan hukuman tambahan berupa kebiri kimia tidak melibatkan dokter sebagai eksekutor.

Hal itu didasarkan pada Sumpah Dokter serta Kode Etik Kedokteran Indonesia. IDI mendorong keterlibatan dokter dalam hal rehabilitasi korban dan pelaku. Rehabilitasi korban, menurut Ilham, menjadi prioritas utama guna mencegah dampak buruk dari trauma fisik dan psikis.

Kebiri kimia pun dinilai tidak menjamin berkurangnya hasrat dan potensi perilaku kekerasan seksual. Oleh karena itu, IDI mengusulkan agar pemerintah mencari bentuk hukuman lain sebagai sanksi tambahan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement