REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR ) Lukman Edy mengatakan, sebenarnya yang menjegal Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bukan DPR, tapi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya bilang yang menjegal Ahok bukan DPR, tapi KPU. Karena soal verifikasi faktual itu 100 persen kami sadur dari PKPU,” kata Lukman dalam acara diskusi di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6).
Menurut Lukman, DPR memasukan norma-norma dari Peraturan KPU (PKPU) dan praktik verifikasi faktual memang bukan baru diterapkan saat ini. Selain itu, kata Lukman, verifikasi juga bukan tiga hari melainkan 28 hari dan pihaknya sudah melakukan simulasi aturan tersebut di beberapa daerah.
Di tempat yang sama, Ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno langsung membantah jika itu disebut menjegal. Menurut dia, KPU tak mungkin menjegal calon yang maju lewat perseorangan. “Tidak mungkin KPU akan menjegal, tidak mungkin. Kan di situ juga dikonsultasikan dengan DPR. Tapi, kalau ada unsur yang dianggap merugikan dan sebagainya pasti dikoreksi juga oleh DPR. Saya kira enggak ada lah,” jelas dia.
Sumarno mengatakan, dalam PKPU Nomor 9 disebutkan bahwa jika calon perseorangan memiliki formulir dukungan dengan format berbeda, ketika penyerahan ke KPU wajib diserahkan dalam format formulir KPU.
“Nanti yang formulirnya Teman Ahok tinggal dilampirkan saja, tapi kan tidak mungkin yang bisa dibedakan kan hanya nama, alamat, dan nomor kependudukan. Tanda tangan kan enggak bisa dibedakan,” jelas dia.
Lukman kemudian menanggapi kembali pernyataan Sumarno tersebut. Menurut dia, apapun itu yang penting nantinya formulir tersebut harus dibuat seringan mungkin, tidak melanggar Undang-undang dan tidak melanggar PKPU. “Kami menganggap ini bukan fitnah, kami menganggap ini sebagai dialog politik di tengah masyarakat kita, sehingga tidak mengandung sebuah fitnah,” kata Lukman.
“Saya kira apa yang sampaikan tadi bukan fitnah, itu tabayyun. Kalau fitnah saya ngomongnya di belakang,” imbuh dia.