Sabtu 11 Jun 2016 08:49 WIB

BBPOM Bandarlampung Temukan Takjilan Berformalin

Sejumlah petugas dari Balai Besar POM (BBPOM) mengambil sampel makanan takjil yang untuk diuji apakah mengandung formalin dan pewarna tekstil.
Foto: Antara/Eric Ireng
Sejumlah petugas dari Balai Besar POM (BBPOM) mengambil sampel makanan takjil yang untuk diuji apakah mengandung formalin dan pewarna tekstil.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandarlampung menemukan takjilan atau makanan untuk berbuka puasa mengandung formalin berdasarkan hasil uji makanan.

"Kami mengambil 53 sampel dari sejumlah lokasi penjualan takjilan, dan menemukan empat makanan yang mengandung pewarna sintetik dan satu mengandung formalin," kata Plt Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandarlampung, Muhamad Kashuri, di Bandarlampung, Jumat (10/6).

BBPOM Bandarlampung melakukan test kit atau menguji makanan untuk berbuka puasa di sejumlah tempat, yakni Way Walim, Lapangan Merah Enggal, dan Lapangan Kalpataru. Hasil pengawasan itu, menemukanan makanan yang menggunakan pewarna sintetik dan mengandung formalin.

"Sebenarnya kami sering melakukan pengecekan lapangan, namun untuk bulan puasa ini kami tingkatkan dengan melakukan pengawasan pada sejumlah tempat," kata dia.

Menurutnya, atas temuan itu, warga diingatkan harus waspada jika melihat makanan dengan warna mencolok karena itu patut dicurigai bisa saja mengandung pewarna sintetik agar mempunyai daya tarik lebih. Selain itu, pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut ke tingkat produsen yang telah mengedarkan makanan dengan pewarna sintetik dan juga mengandung bahan pengawet.

"Semua bahan itu berbahaya apabila dikonsumsi dan bisa mengakibatkan kanker. Karena itu harus dimusnahkan dan tidak boleh dijual lagi, sehingga kami akan tindaklanjuti ke produsen," katanya.

Ia menegaskan pula, bagi para pengedar bahan berbahaya dalam makanan akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku yakni UU No. 18 tahun 2012, yaitu barang siapa yang memproduksi pangan berbahaya akan dikenakan sanksi pidana penjara lima tahun dan denda Rp 5 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement