REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan daging sapi beku merugikan konsumen dan pedagang. YLKI menilai tingginya harga daging merupakan permainan kartel.
Tulus mengatakan impor daging sapi beku memang solusi paling praktis. Namun menurutnya selera konsumen Indonesia tidak suka dengan daging sapi beku, tapi lebih suka daging sapi segar.
"Akibatnya daging sapi beku sepi peminat, tidak laku," katanya.
Selain itu, ia menerangkan kandungan air daging sapi beku masih terlalu tinggi. Ia menyebut kandungan airnya bisa mencapai 20-30 persen. Sehingga jika konsumen membeli satu kilogram daging sapi beku, maka kandungan dagingnya hanya tujuh-delapan ons saja.
"Karena yang dua-tiga ons adalah berisi air dan menyusut. Jadi harga daging sapi beku sebenarnya tidak murah, dan bahkan merugikan konsumen karena mengalami penyusutan volume," ujarnya.
Ditambah lagi, ia merasa pedagang tradisional pun akan ikut dirugikan sebab para pedagang daging di pasar tradisional tak mempunyai lemari pendingin untuk menyimpan daging beku.
"Jika dijual secara terbuka daging sapi beku hanya tahan maksimal tiga jam saja. Lebih dari itu akan mencair, dan merusak kualitas daging," ucapnya.
Di sisi lain, ia meyakini ada yang merancang skenario tingginya harga daging sapi untuk mempertahankan hingga menambah kuota impor daging sapi. Ia meminta Presiden Joko Widodo fokus menyelidiki dugaan kartel daging sapi.
"Padahal, dugaan kartel daging sapi pada 2015 dan telah mendapatkan peringatan dan bahkan didenda KPPU, jika kali ini masih ditemui maka sudah saatnya perusahaan tersebut di pidanakan saja sebagai tindak pidana ekonomi," ujarnya.