REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum dapat memulihkan lahan sawah yang tertimbun material vulkanis erupsi Gunung Merapi 2010 karena terkendala kewengangan pengerukan yang ada di tingkat provinsi.
"Sekarang kebijakan kawasan utara, terutama pengerukan material ada di Provinsi DIY. Sejumlah lahan persawahan yang tertutup erupsi Merapi 2010 tidak bisa begitu saja kami keruk setelah ada pelimpahan kewenangan," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman Edy Sri Harmanta, Jumat (10/6).
Menurut dia, proses pengembalian fungsi lahan pesawahan memerlukan upaya pengerukan material yang tertimbun material vulkanis.
"Dalam melakukan pengerukan material harus dilakukan dengan aktivitas penambangan, sehingga hal ini dapat menjadi persoalan bagi Pemkab Sleman," katanya.
Ia mengatakan Pemkab Sleman telah menduskisakan persoalan ini ke Dinas Sumber Daya, Energi, dan Mineral (SDAEM) Kabupaten Sleman, dengan harapan persoalan tersebut bisa disampaikan ke intansi terkait yang ada di provinsi.
"Bahkan kami sudah melakukan konsultasi ke Kementerian Pertanian setelah Menteri Pertanian mengunjungi Sleman beberapa bulan lalu. Hanya saja, sampai saat ini belum ada jalan keluar yang dapat dilakukan untuk memperlancar program cetak sawah," katanya.
Edy mengatakan, program cetak sawah ini sebenarnya merupakan upaya penambahan lahan tanam. Sebab setiap tahunnya, pesawahan di Sleman selalu mengalami penurunan.
"Pada akhir 2015, DPPK mencatat lahan pesawahan seluas 21.907 hektare. Padahal pada 2014, lahan sawah di Kabupaten Sleman mencapai 22.233 hektare," katanya.
Kepala DPPK Kabupaten Sleman Widi Sutikno mengatakan, upaya untuk mempertahankan luas sawah sebenarnya bisa dilakukan dalam bentuk lain, yakni melalui program lahan pertanian pangan berkelanjutan. Program ini dilakukan atas dasar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan.
"Berdasarkan Perda tersebut, Sleman harus mempertahankan 12.377 hektare lahan pangan berkelanjutan," katanya.
Ia mengatakan, tahun lalu DPKK Kabupaten Sleman sudah melakukan pendataan potensi lahan pangan berkelanjutan bersama UGM Yogyakarta. "Tahun ini kami akan melakukan inventarisasi lahan wilayah layak lahan pangan berkelanjutan. Pada proses inventarisasi, pihaknya akan melihat kepemilikan lahan dan kegunaan. Setelah ditetapkan sebagai lahan pangan berkelanjutan, petani tidak boleh menjual dan mengubah tanahnya dengan alasan apa pun," katanya.