Rabu 08 Jun 2016 21:34 WIB

Serangan Bom Turki Jadi Peringatan Semua Pihak

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Angga Indrawan
Seorang petugas medis Turki bekerja di lokasi ledakan setelah bus yang membawa polisi antihuru-hara diserang bom di IStanbul, Selasa, 7 Juni 2016.
Foto: DHA via AP
Seorang petugas medis Turki bekerja di lokasi ledakan setelah bus yang membawa polisi antihuru-hara diserang bom di IStanbul, Selasa, 7 Juni 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bom kembali mengguncang Turki, tepatnya di Istanbul, Selasa (7/6) waktu setempat. Sebuah bom mobil meledak di Stasiun metro Vezneciler, Kawasan Beyazit. Akibat serangan bom tersebut, 11 orang meninggal dunia termasuk tujuh orang anggota kepolisian.

Staf Khusus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Hery Sucipto, menilai, insiden bom di Turki tersebut menjadi peringatan semua pihak dan tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, serangan teror berbasis bom bunuh diri terus meningkat dalam setahun terakhir. Setidaknya, Turki telah mengalami serangan teror sedikitnya tiga kali dalam tahun ini.

Bahkan, Eropa yang selama ini dianggap sebagai tempat yang aman, ternyata mulai mendapatkan serangan teror bom. "Ini tidak bisa dianggap remeh," kata Hery dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Rabu (8/6).

Tidak hanya itu, lanjut Hery, telah terjadi pergeseran pola dan target dari serangan kelompok teroris tersebut. Pergeseran itu pun terlihat jelas dalam serangan teroris yang baru-baru ini terjadi. Pada serangan bol di Istanbul, para teroris menargetkan aparat keamanan, yaitu polisi. Kondisi ini mirip dengan serangan teror di Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Ini mirip dengan di Jakarta (bom Thamrin), di mana yang menjadi sasaran juga aparat keamanan. Target fasilitas publik tetap menjadi sasaran kelompok teroris itu, seperti stasiun kereta, pusat perbelanjaan, dan lainnya. Tapi belakangan in lebih ditargetkan pada aparat keamanan," tutur Herry, yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Dunia Islam (PKTTDI) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Lebih lanjut, Herry mengingatkan, Indonesia harus tetap siap dan meingkatkan kewaspadaan. Pasalnya, aksi teror tidak bisa diprediksi dan dapat terjadi kapan pun. "Sinyal ini menjadi peringkatan kuat," tutur Hery.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement