REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pendiri Yayasan Universitas Bung Karno, Rachmawati Soekarnoputri menilai penetapan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni belum sempurna jika TAP MPRS NO. 33 Tahun 1967 belum dicabut. TAP MPRS itu tentang pencabutan kekuasaan pemerintah negara dari Presiden Sukarno.
"Oleh sebab itu, saya menginginkan ketetapan tersebut ditiadakan. Ini bertentangan. Satu sisi Bung Karno ditetapkan sebagai pahlawan nasional, di sisi lain TAP MPRS yang menyebutnya sebagai pengkhianat negara tak kunjung dicabut," kata Rachmawati saat memperingati 115 tahun Sukarno di Universitas Bung Karno, Jakarta, Senin (6/6).
Menurut putri Sukarno itu, TAP MPRS yang menyebut Sukarno terlibat dalam Gerakan 30 September merupakan pencemaran nama baik bagi Sukarno. "Bagaimana bisa, Sukarno yang kabarnya hendak dikudeta malah terlibat dalam aksi tersebut dan melawan Pancasila yang ia buat sendiri. Saya heran TAP MPRS warisan Orde Baru ini tak kunjung dicabut, pada 2003 pemerintah sempat meninjau ulang sejumlah TAP MPRS, namun tak menyinggung sama sekali TAP MPRS 33 Tahun 1967," kata dia.
Pada 2011, pihaknya telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi mengenai TAP MPRS tersebut. Namun MK tidak berani mengambil tindakan. Dia mengatakan, TAP MPRS No. 33 Tahun 1967 tersebut membuat nama, ajaran, dan paham sang proklamator dikebiri oleh pemerintah Orde Baru.
Hal tersebut juga berdampak pada dirinya saat mendirikan Universitas Bung Karno. "Saya mendirikan UBK saja perlu menunggu sampai 16 tahun. Ketika zaman Habibie baru diizinkan," katanya.
Rachmawati juga ingin bangsa Indonesia kembali ke UUD 1945 dan asas Pancasila. "Sekarang paham kita cenderung liberal kapitalistik. Itu yang ditentang Bung Karno. Pancasila tidak akan bisa berjalan kalau kita masih berbau kapitalistik," ucapnya.