REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan Gunung Kerinci berstatus waspada. Data pada pos pengamatan Gunung Kerinci PVMBG menunjukan adanya peningkatan aktivitas kegempaan, dan tremor yang terjadi menerus dengan amplitudo 0,5 hingga 2,0 milimeter.
Hujan abu tipis juga dilaporkan terjadi, serta munculnya kepulan asap di sekitar gunung dengan ketinggian asap sekitar 400 hingga 500 meter.
"Seiring dengan penetapan status waspada, maka masyarakat di sekitar Gunung Kerinci diimbau agar tidak mendekati kawah aktif dalam radius 3 kilometer," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, dalam keterangan persnya, Ahad (5/6).
Banyak pertanyaan dilontarkan oleh warga mengenai kemungkinan adanya kaitan antara gempa bumi berkekuatan 6,5 Skala Richter (SR) pada 2 Juni 2016 lalu dengan aktivitas erupsi Gunung Kerinci. Untuk menjawabnya, kata Daryono, tentu harus memahami kondisi tektonik regional serta konsep hubungan stres-strain pascagempa bumi hingga terbentuknya tekanan di dapur magma.
Gunung Kerinci terletak di zona Sesar Sumatra dan relatif dekat dengan zona subduksi lempeng. Karena terletak di zona tektonik aktif, maka secara geologis, terbentukya Gunung Kerinci tidak lepas dari proses tektonovolkanik di zona ini. Sehingga, kondisi fisiografi, seismisitas, dan vulkanisme setempat sangat dipengaruhi oleh aktivitas tumbukan Lempeng IndoAustralia dengan Lempeng Eurasia.
Kondisi ini menjadikan zona barat Sumatra sebagai salah satu kawasan dengan tingkat aktivitas kegempaan dan gunung api yang tinggi di Indonesia.
"Jika aktivitas gunung api sebagai bagian dari rangkaian aktivitas subduksi lempeng, maka meningkatnya aktivitas Gunung Kerinci saat ini tidak lepas dari aktivitas seismik dan dinamika tektonik regional yang sedang aktif akhir-akhir ini," ujarnya.