REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memenangkan gugatan nelayan terkait izin proyek reklamasi Pulau G. Pengadilan memutuskan agar proyek tersebut dihentikan hingga adanya kekuatan hukum tetap.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor Hutapea mengatakan, putusan tersebut membuktikan bahwa proyek reklamasi yang diizinkan oleh Pemerintah Provinsi DKI itu melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM).
"Setidaknya hukum yang dilanggar adalah hukum lingkungan, hukum administratif pemerintahan, melanggar hak-hak nelayan dan melanggar kepentingan umum, sebab pembangunan hanya untuk kepentingan bisnis," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (1/6).
Meski putusan tersebut telah keluar, namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan tetap akan melanjutkan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Berdasarkan pernyataan tersebut, Tigor menilai Ahok tidak paham putusan PTUN yang jelas-jelas menghentikan reklamasi.
Menurut dia, apabila Ahok melanjutkan proyek reklamasi melalui BUMD, Pemprov atau pihak swasta lainnya, maka Ahok melanggar putusan pengadilan. "Ini contoh yang tidak baik, apalagi sebagai kepala daerah ibu kota negara tidak menjalankan putusan pengadilan," kata Tigor.
Seperti diberitakan sebelumnya, Majelis hakim PTUN Jakarta Timur mengabulkan gugatan nelayan atas Surat keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra. Dengan putusan tersebut, hakim memerintahkan seluruh pengerjaan proyek pulau buatan itu dihentikan.
Gugatan tersebut diajukan sejak September 2015 oleh ratusan nelayan pantai utara Jakarta melalui wadah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Para nelayan menilai, izin reklamasi yang dikeluarkan Ahok tersebut melanggar sejumlah aturan dan merugikan nelayan.