REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Golkar akhirnya setuju dengan pemerintah soal draft revisi UU Pilkada, termasuk mengenai keharusan bagi anggota legislatif untuk mengundurkan diri jika telah ditetapkan sebagai pasangan calon di Pilkada.
Hal itu disampaikan Fraksi Partai Golkar dalam pandagan mini fraksi di Rapat Pleno Komisi II dengan Pemerintah terkait pengambilan keputusan tingkat satu revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, Selasa (31/5).
Padahal sebelumnya, Fraksi Golkar termasuk dalam Fraksi yang keberatan dengan aturan mundurnya anggota legislatif yang terjun di kontestasi Pilkada. Dalam pandangan fraksi yang dibacakan oleh Anggota Komisi II, Hetifah Sjafudian, Fraksi Golkar memahami keputusan Pemerintah untuk berpegang teguh pada Putusan MK, yang menjadi dasar keharusan mundurnya anggota legislatif yang maju ke Pilkada.
Sebab putusan MK bersifat final dan mengikat. Perubahan sikap Fraksi Golkar ini pun disebut-sebut sebagai bentuk dukungan Partai Golkar terhadap Pemerintah. Namun, politikus Partai Golkar sekaligus Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarulzaman, menyatakan, sikap Fraksi Golkar ini sebagai bentuk penghormatan dan menjalankan putusan hukum, termasuk putusan MK.
''Tidak-tidak (bentuk dukungan ke Pemerintah). Kami pure melihat keputusan MK, ini harus kita lakukan,'' ujar Rambe di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/5).
Rambe pun membantah, jika ada bargain-bargain politik yang dilakukan Partai Golkar dengan Pemerintah terkait revisi UU Pilkada tersebut. ''Tidak ada sama sekali. Pembicaraan awal itu kan harus ada ujungnya, dan ini ujungnya,'' katanya.
Komisi II DPR RI dan Pemerintah memang telah menyepakati draft final revisi UU Pilkada. Dalam Rapat Pleno itu, 10 fraksi menyatakan setuju agar draft revisi UU Pilkada itu dibawa ke Sidang Paripurna. Kendati begitu, tiga fraksi, yaitu Fraksi PKS, Partai Gerindra, dan PKB masih memberikan catatan atas draft final revisi UU Pilkada tersebut.