REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Seorang pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan kualitas air sumur di daerah ini selama dua tahun terakhir menurun. Itu akibat masih adanya pencemaran bakteri e-coli yang melebihi ambang batas.
"Tran kualitas air sumur di Bantul tiap tahun turun, itu karena kandungan bakteri e-coli masih tinggi di dalam air tanah," kata Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dan Kesehatan Matra Dinkes Bantul, Yanatun Yanadiana di Bantul, Selasa (31/5).
Menurut dia, berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel sekitar 1.900 sumur pada tahun 2015 kualitas air sumur yang bersih hanya 27,8 persen. Pada 2014, kualitas air sumur yang bersih mencapai 30 persen.
Ia mengatakan lebih dari 60 persen dari sampel yang dijui kualitas airnya ditemukan lebih dari 50 koloni bakteri e-coli per 100 milimeter air, padahal ambang batas maksimal kandungan bakteri e-coli pada air tanah 50 koloni.
"Salah satu faktor kandungan e-coli tinggi karena adanya cemaran dari kotoran manusia yang dibuang septik tank (bak pembuangan kotoran)," katanya.
Yanatun mengatakan, kondisi septik tank yang dibuat tidak standar misalnya dengan bus sumur itu menjadi pemicu kotoran tersebut mencemari air tanah, sebab bakteri yang terkandung dalam kotoran bisa menyerap ke pori-pori tanah.
Ia mengatakan, seharusnya dalam pembuatan septik tank minimal ada tiga bak dalam setiap rumah, yang salah satunya dibuat dengan bahan kedap, selain itu septik tank dibuat dengan bahan yang tidak mudah pecah supaya tahan lama.
"Makanya kami terus sosialisasikan septik tank yang sesuai standar, selain itu pemanfaatan IPAL (instalasi pengolahan air limbah) terpusat maupun komunal di masyarakat agar kotoran ditarik ke sana (IPAL), sehingga tidak meresap ke lingkungan masyarakat," katanya.
Menurut dia, saat ini IPAL terpusat sudah dibangun Pemda DIY di wilayah Kecamatan Sewon, sehingga diharapkan masyarakat Bantul di wilayah utara bisa menyambungkan pembuangan ke IPAL itu, sementara untuk wilayah selatan IPAL belum bisa mengakses.