Selasa 31 May 2016 06:00 WIB

Fazlur Rahman dalam Simposium (II)

Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, Sekalipun tidak bisa menangkap isi diskusi dalam bahasa Turki, topik-topik yang dibicarakan sudah banyak yang tidak asing lagi bagi saya sebab sebagian sudah disampaikan selama empat tahun kuliah di Chicago. Dari mimik wajahnya tergambar bahwa semua pembicara Turki sudah memahami betul pemikiran Fazlur Rahman, sehingga semua pertanyaan yang diajukan peserta diberi jawaban yang jelas dan memuaskan. Artinya, selapis intelektual Turki telah mempelajari pemikiran sarjana Pakistan ini secara sungguh-sungguh dan menilainya sebagai sesuatu solusi yang segar bagi masyarakat Muslim negeri itu dalam berhadapan dengan masalah modernitas kontemporer yang tidak sederhana. Dengan Fazlur Rahman, kebuntuan sosio-kultural ingin diterobos.

Yang patut juga dicatat adalah semua karya Fazlur Rahman sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, sehingga telah terbaca oleh sebagian kalangan intelektual dan mahasiswa yang tidak sempat mengikutinya dalam bahasa Inggris. Yang disayangkan adalah golongan ulama konservatif Pakistan telah menghukum Fazlur Rahman sebelum membaca secara mendalam karya-karyanya yang sangat serius dan metodologis.

Beberapa karyanya telah pula diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sekalipun masih perlu perbaikan terjemahan. Pun, telah ada pula disertasi dan tesis tentang pemikiran Fazlur Rahman oleh sarjana Indonesia. Mungkin, pengaruh Fazlur Rahman terasa lebih besar di Turki dibandingkan dengan negeri-negeri Muslim lainnya. Dalam kajian Islam di Amerika dan Eropa, pemikiran Fazlur Rahman sudah sangat diperhitungkan.

Bagi Fazlur Rahman, sebuah Islam yang tidak bisa memberi solusi atas masalah-masalah kemanusian bukanlah Islam yang benar. Inilah kutipannya yang terdapat di bagian akhir makalah saya: Kekhususan di samping kegunaan/kepraktisan Islam dapat ditampilkan… melalui upaya yang jujur... untuk membangun sebuah tatanan sosial berdasarkan etika di muka bumi. Jika Muslim berjaya dalam tugas ini, dia akan melaksanakan èlan (semangat) Alquran dan menyelamatkan kemanusiaan dari apa yang tampaknya tidak lain dari bunuh diri. Sebaliknya, peluang tinggal sedikit baginya untuk berbuat, kecuali hanya bermanja menurutkan kata hati dalam pemuasan diri dalam hal sepele dan perkiraan, “semata-mata perkiraan tidak dapat menggantikan Kebenaran” (QS al-Najm [53]: ayat 28). (Lihat Fazlur Rahman, Islam. Chicago and London: University of Chicago Press, 1979, hlm 265).

Sepanjang bacaan saya, ini adalah pernyataan yang sangat keras, penuh ilham, dan sarat tujuan yang pernah ditulis Fazlur Rahman tentang tanggung jawab dan kewajiban sejarah seorang Muslim untuk menyelamatkan kemanusiaan dari proses bunuh diri yang tragis berhadapan dengan modernitas ateistik dan liar.

Karena makalah dalam bahasa Inggris yang tersedia hanya tiga, seperti tersebut di atas, maka apa yang ditulis Ernest Wolf-Gazo tentang sumbangan Fazlur Rahman tentang kehidupan moral pada awal abad ke-21 perlu diturunkan di sini karena "sangat relevan", tulis Gazo. Dilanjutkan bahwa "Rahman adalah seorang moralis dalam pengertian global dan juga lokal." Dalam catatan autobiografinya, Fazlur Rahman, tulis Gazo, membuat sebuah butir penting tentang kayakinan dasarnya: I am of the belief that all religious traditions need consistent revitalization and reform." (Saya punya keyakinan bahwa semua tradisi keagamaan memerlukan tenaga hidup baru dan perbaikan yang terus menerus).

Menurut Gazo, Fazlur Rahman memang menghindari ungkapan revolusi dan memilih konsep perbaikan, semata-mata berdasarkan tilikannya yang bijak karena kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi sosial dan struktur kelembagaan kultural "punya pusat perlawanan" dan rintangan-rintangan terhadap perubahan dan tunduk kepada upaya-upaya beberapa generasi untuk mengubah nilai keseluruhan sistem moral mereka sendiri yang simbolik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement