Senin 30 May 2016 19:36 WIB

Kemendes Bangun Gerakan Pangan Lokal Berbasis Desa

Ahmad Erani Yustika
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ahmad Erani Yustika

REPUBLIKA.CO.ID  JAKARTA -- Pertanian desa merupakan basis terpenting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Karena itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus melakukan berbagai program penguatan pertanian lokal desa.

"Kalau bicara ketahanan pangan nasional, maka desa adalah penyedia utama sumber pokok pangan nasional. Makanya kita lakukan berbagai program yang memperkuat petani desa," ujar Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes PDTT Ahmad Erani Yustika dalam Temu Penggerak Pangan Lokal oleh Petani Desa, di Jakarta, Senin (30/5).

Dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Erani menjelaskan, Kemendes PDTT membuat tiga pilar Matra Pembangunan Desa dalam memperkuat kemandirian pangan desa. Pertama, menguatkan Jaringan Komunitas Wiradesa di tingkat petani dengan meningkatkan kapabilitas dan kapasitas petani sebagai subjek pengolahan sumber daya pertanian.

Kedua, mewujudkan kemandirian ekonomi desa melalui redistribusi kepemilikan aset produktif, seperti lahan, modal, dan sebagainya secara berkeadilan. Sedangkan, yang ketiga adalah mendorong partisipasi dan kerja sama masyarakat dalam memuliakan pangan khas lokal sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat.

"Desa memiliki prospek yang sangat besar bagi perwujudan kedaulatan pangan nasional. Sedangkan, komoditas hasil pertanian desa merupakan bahan baku utama dalam industri pengolahan makanan dan energi baru ramah lingkungan. Memang sangat strategis sekali posisi pertanian desa ini," tandas Erani.

Acara Temu Penggerak Pangan Lokal oleh Petani Desa yang digelar Direktur Pelayanan Sosial Dasar (PSD) Ditjen PPMD Kemendes PDTT menghadirkan praktisi dan aktivis desa. Di antaranya Bambang Ismawan (Yayasan Bina Desa), Maria Loretha (penggerak petani sorghum), Sudarmoko (Integrated Farming Lembah Kamuning Cigugur), Nissa Wargadipura (Pesantren Ekologi At-Thariq Garut), Hira Jamthani (penulis buku Lumbung Indonesia), Benito Lopulala (Gerakan Ekonomi Solidaritas Indonesia), Riza Damanik (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia), serta sejumlah aktivis desa lainnya.

Direktur Pelayanan Sosial Dasar pada Ditjen PPMD Hanibal Hamidi mengatakan, pihaknya telah menggagas roadmap Gerakan Pangan Lokal Berbasis Desa. Langkahnya pun telah disiapkan, meliputi pemetaan terhadap jenis-jenis pangan khas Indonesia, baik per kecamatan, per kabupaten, maupun per provinsi.

"Kemudian perlu dilakukan sinkronisasi regulasi melibatkan kementerian/lembaga terkait lain. Meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan yang lainnya," ujar Hanibal.

Ia menambahkan, Gerakan Pangan Lokal Berbasis Desa tentunya mendukung perwujudan konsep Nawacita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran. Dengan pertanian yang kuat, kesempatan desa untuk bangkit dan berkembang akan semakin cepat. Apalagi, gerakan ini juga menekankan pembangunan pertanian dari sisi sosial, ekonomi, dan ekologi. "Kita berupaya memaksimalkan keragaman hayati dan budaya desa sebagai kekuatan bangsa," jelasnya.

Pendiri Pesantren Ekologi At-Thariq Garut, Nissa Wargadipura, mengatakan, Gerakan Pangan Lokal Berbasis Desa yang digagas Kemendes PDTT memang sangat penting lantaran pertanian desa saat ini dikepung oleh sistem agroekonomi yang merusak. Petani desa bukan hanya lemah dalam penguasaan sumber daya, tetapi juga dihadapkan pada kenyataan pola tanaman yang merusak dengan pestisida.

"Makanya kami membuat terobosan agroekologi dan agroekosistem. Kami membuat kebun pekarangan dengan 450 jenis tanaman pangan dalam area lahan seluas 7.500 meter persegi. Hasil pertanian desa pun semakin asli dan tidak merusak," ujarnya.

Dia menambahkan, kelestarian dan keaslian karakter desa pun tidak hilang. Malah kembali lestari seperti sediakala. Masih ada banyak kupu-kupu dengan berbagi pada malam hari banyak ada kunang-kunang mengelipkan cahaya. "Lalu gerombolan capung juga beterbangan sebagai tanda adanya air yang cukup segar di daerah kami," tutur Nissa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement