REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus kematian karena demam berdarah dengue masih terjadi belakangan ini. Menurut Pakar Demam Berdarah dan Guru Besar Kedokteran UGM Prof Sutaryo, kematian pada pasien Demam Berdarah Dengue umumnya karena syok yang berat.
Hal itu dikarenakan terjadinya kekentalan pada darah (hematokrit). Karena itu Profesor Taryo mengatakan harus ada kesadaran masyarakat dan petugas kesehatan bahwa pada hari keempat sejak pasien itu terdiagnosis demam, harus tahu apakah demamnya pasien itu karena demam berdarah dengue(DBD) atau bukan.
Mengapa hari keempat? Karena masa kritis seorang pasien DBD itu hari keempat, kelima dan keenam. Sekitar 80-90 persen DBD yang akan berat ada di hari itu.
Yang dimaksud hari keempat demam demam itu adalah 4x24 jam. Misalnya mulai demamnya hari Ahad, maka hari keempatnya Kamis; bila demamnya mulai hari Kamis, maka hari keempatnya Senin, dan seterusnya, jelas dia.
Masa kritis seorang pasien DBB itu hari keempat, kelima dan keenam. ‘’Karena 80-90 persen kasus DBD yang akan berat ada di hari itu,’’ungkap dia.
Menurut Prof Taryo, banyaknya kasus meninggal pada pasien DBD, karena lemahnya kesadaran dari masyarakat maupun petugas kesehatan untuk memeriksakan hematokrit di hari keempat. Kadang karena pasien sudah dibawa ke rumah sakit sebelum hari keempat dan dari hasil pemerikaan trombositnya bagus, maka pasien di rawat jalan.
Karena pasien sudah diberi obat dan di hari keempat obatnya belum habis, meskipun pasien masih demam dan lemas, tidak segera dibawa ke pelayanan kesehatan. Padahal trombosit bukan hal yang penting dan justru pemeriksaan hematokrit yang penting untuk mengetahui berat atau ringannya DBD.
Untuk itu, Prof Taryo menegaskan, petugas kesehatan harus menekankan kepada pasien bahwa pemeriksaan di hari keempat demam penting untuk mengetahui apakah pasien sakit DBD atau tidak. ‘’Jadi kesadaran masyarakat dan petugas kesehatan harus sama,’’ujarnya.