REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Cornelis meluncurkan model kerja sama publik dan swasta guna menjaga hutan sekaligus memanfaatkan isinya. Peluncuran program ini dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Koordinator Nasional Governors Climate and Forest Task Force (GCF) di Indonesia.
GCF yang beranggotakan enam Kepala Daerah Provinsi di Indonesia ini memiliki peranan menjaga paru-paru dunia yang berasal dari hutan dan lahan gambut di Indonesia.
Dengan adanya peluncuran program yang dinamai 'Percontohan Kemitraan Untuk Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Komoditas' tersebut, diharapkan proses menjaga kelestarian hutan bisa selaras dengan pemanfaatannya secara ekonomi.
Cornelis mengatakan menjaga hutan tak hanya sekadar mendorong penurunan emisi, pencegahan deforestasi, dan degradasi hutan paru-paru dunia saja. Lebih dari itu, ada unsur pertumbuhan ekonomi dan sosial yang disasar bisa ikut tumbuh dengan program ini.
Untuk mewujudkan keberhasilan program tersebut, Cornelis menggandeng IDH, The Sustainable Trade Initiative dan perusahaan asal Kalbar, PT Cipta Usaha Sejati (CUS) yang bergerak di bidang Kelapa Sawit. Dalam penerapan program tersebut, PT CUS melakukan konsesi dan perlindungan serta pelestarian lahan gambut terhadap 30 persen (10 ribu ha) areal usahanya.
Dibantu IDH, PT CUS memiliki model bisnis yang tak hanya mendorong produktivitas kelapa sawit sebagai penggerak roda ekonomi masyarakat setempat. Tapi juga sekaligus memelihara lingkungan serta menyelamatkan hutan dan gambut di wilayahnya.
"Saya harap model tata kelola perusahaan-perusahaan lainnya di wilayah anggota GCF bisa ikut menerapkannya. Karena memang kita sudah diminta dunia internasional berkomitmen mengurangi emisi dunia 29 persen dimana sektor lahan memegang kontribusi 70-80 persen," kata Cornelis dalam keterangannya, Jumat (27/5).
Hadir pula dalam peluncuran tersebut para anggota GCF, Presdir PT CUS, Hasjim Oemar dan Direktur IDH, Fitriani Ardiansyah. Selain itu para pemerhati paru-paru dunia seperti Duta Besar Kerajaan Belanda, Rob Swartbol, Duta Besar Kerajaan Norwegia, Stig Traavik, dan Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead juga ikut mendorong terwujudnya program ini.