REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat, berkomitmen mendorong pengembangan komoditas kopi di Jawa Barat. Salah satunya, kopi garutan yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan.
Menurut, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, salah satu upaya nya melalui program pemberian bibit kopi. Pemprov Jabar menargetkan, dari 2014 hingga 2017 bisa memberikan bibit kopi melalui program pembibitan hingga 6 juta bibit. Rinciannya, pada 2014 dibagikan 1 juta bibit, pada 2015 diberikan 2 juta bibit kopi dan tahun ini ada 2 juta bibit, sedangkan tahun depan 1 juta bibit.
"Itu salah satu upaya Pemprov Jabar untuk mendorong kopi garutan, apalagi kopi di jabar ini memiliki potensi besar untuk go internasional," ujar Deddy, Kamis (26/5).
Deddy mengatakan, kopi garutan ini memiliki potensi yang sangat luar biasa. Namun, belum dikembangkan secara optimal. Oleh karena itu, Pemprov Jabar berkomitmen untuk mendorong pengembangannya.
Kopi garutan, kata dia, memiliki potensi sangat besar karena memiliki kualitas kopi yang sangat tinggi. Bahkan, kopi robusta dan kopi arabica yang dihasilkan disana menjadi perhatian dari para penggemar kopi.
Selama ini, kata dia, perkembangan produksi kopi garutan di Jabar pun cukup baik. Yakni, dari 26.000 hektare lahan kopi sekarang telah mencapai sekitar 32.000 hektare lahan kopi, dengan produksinya mencapai sekitar 17.100 ton/tahun.
"Jadi pada setiap tahunnya, peningkatannya cukup signifikan bahkan bisa mencapai hingga 2 kali lipat," katanya.
Pemprov Jawa Barat, kata dia, mendorong perkembangan kopi garutan tidak hanya dari sisi pembibitan kopi saja. Namun, saat ini Pemprov Jabar membantu pengembangan para petani kopi garutan dengan melibatkan unsur perbankan. Misalnya, dari Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Bank bjb, BNI, BRI dan lainnya. Sehingga dengan masuknya perbankan ke wilayah tersebut, Deddy berharap akses permodalan para petani kopi pun bisa terbantu.
"Ini sangat penting, perbankan harus bisa masuk ke daerah untuk percepatan akses keuangan di daerah," katanya.
Sehingga, kata dia, bisa mendorong masyarakat di daerah. Karena dengan kehadiran perbankan di daerah, tentu akan memudahkan para petani untuk mengakses pembiayaan di perbankan. Apalagi, hingga saat ini para petani kopi banyak yang terjerat dengan ijon dan para spekulan saat membutuhkan pembiayaan.
"Ijon itu merugikan petani, pinjamannya ditukar dengan hasil kopi mereka dengan harga yang sangat murah," katanya.