Kamis 26 May 2016 07:37 WIB

Pekerja Anak Perkebunan Tembakau Rentan Terpapar Nikotin

Petani tembakau sedang membawa hasil panen tembakaunya.
Foto: www.sudarisman.multiply.com
Petani tembakau sedang membawa hasil panen tembakaunya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Human Right Watch mengungkapkan dalam penelitiannya mendapati pekerja anak yang terlibat dalam usaha perkebunan tembakau rentan paparan racun nikotin. Peneliti Margareth Wurth ketika memaparkan hasil penelitian yang bertajuk "Panen dengan Darah Kami: Bahaya Buruh Anak di Pertanian Tembakau di Indonesia" menyebutkan, selain kandungan nikotin pada tanaman tembakau, anak-anak yang berusia antara 8-17 tahun tersebut juga rentan terpapar pestisida yang digunakan untuk membasmi hama, pupuk buatan sebagai penyubur yang mengandung bahan kimia berbahaya.

"Nikotin yang terdapat dalam daun-daun tembakau maupun bahan-bahan kimia tersebut bisa diserap tubuh lewat kulit, yang kemudian memunculkan gejala-gejala mual, muntah, pusing dan pening-pening," katanya, Rabu (25/5).

Selain itu, tambahnya, anak-anak tersebut juga harus bekerja dengan menggunakan benda-benda tajam yang dapat membayakan diri, harus mengangkat beban berat naik turun tangga yang memiliki resiko jatuh dari ketinggian serta bekerja di bawah paparan panas yang ekstrem. Wurth mengakui dampak jangka penjang terhadap paparan nikotin dalam tanaman tembakau terhadap para pekerja anak tersebut memang belum diketahui, namun demikian sudah ada studi dampak keracunan nikotin pada rokok terhadap anak-anak dan remaja dapat mempengaruhi perkembangan otak.

Dalam laporan setebal 124 halaman tersebut HRW memaparkan, selama September 2014 hingga 2015 telah melakukan penelitian di sentra perkebunan tembakau di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan mewawancarai 227 orang, termasuk 132 buruh anak usia 8 hingga 17 tahun yang sebagian besar mulai bekerja sejak usia 12 tahun, sepanjang musim tanam, di lahan-lahan kecil yang diolah oleh keluarga atau tetangga mereka.

Dari anak-anak yang diwawancarai atau orangtua mereka, tambahnya sedikit sekali yang memahami risiko kesehatan. Mereka juga sedikit yang menerima pelatihan tentang langkah-langkah melindungi keselamatan dari bahaya pestisida.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement