Rabu 25 May 2016 16:18 WIB

Miras di Semarang Picu Aksi Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Ilham
Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang ternyata masuk kategori zona merah aksi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Aksi kekerasan perempuan dan anak di kota berpenduduk 1,77 juta jiwa ini terus mengalami peningkatan.

Hal ini terungkap dalam aksi simpatik yang digelar Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kota Semarang, yang digelar di bundaran monumen Tugu Muda, Kota Semarang, Rabu (25/5).

Koordinator aksi KAMMI, Najla Annisa mengatakan, berdasarkan data yang dirilis Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) Semarang, angka kekerasan perempuan dan anak cukup memprihatinkan.

Pada tahun 2015 tercatat terjadi 281 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jumlah ini meningkat dari tahun 2014 yang jumlahnya mencapai 264 kasus.

Sementara hingga bulan Februari 2016, sudah ada banyak kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang hingga akhir tahun nanti diprediksi bakal meningkat datanya. "Inilah yang melatarbelakangi aksi simpatik KAMMI Kota Semarang untuk menghentikan segala bentuk kekerasan perempuan dan anak di Tugu Muda ini," katanya.

Aksi ini sekaligus merupakan bentuk keprihatinan dilakukan terhadap berbagai tindak kekerasan perempuan hingga menyebabkan kematian di beberapa daerah di tanah air. "Apa yang terjadi pada Yuyun dan Eno, sebenarnya juga rentan terjadi di Semarang. Karena daerah ini tetmasuk zona merah kekerasan terhadap perempuan dan anak," katanya.

Pada bagian lain, Najla juga mengungkapkan, terkait dengan kondisi ini KAMMI Kota Semarang mendesak pemerintah, aparat kepolisian serta seluruh elemen warga Kota Semarang untuk serius menyikapi persoalan ini. Sebab, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Antara lain peraturan pemerintah yang tidak tegas dan lengkap terkait dengan kekerasan seksual pada perempuan dan anak.

Selain itu, pemerintah dinilai tak berdaya dan seolah melakukan pembiaran terhadap tayangan pornografi maupun peredaran minuman keras yang jamak menjadi pemicu berbagai tindak kekerasan seksual. Hal ini diamini Syifa, mahasiswi muslim lainnya. Menurutnya, Kota Semarang hingga saat ini masih banyak warung atau tempat nongkrong yang menyediakan minuman keras (miras).

Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, melalui aparat penegak hukumnya, tak bisa berbuat banyak untuk menghentikannya. Akibatnya, minuman keras bebas dikonsumsi, bahkan oleh mereka yang masih di bawah umur.

Karena itu, mahasiswa muslim menuntut agar pemerintah menyusun peraturan yang lebih tegas dan lengkap dalam melindungi perempuan dan anak di Kota Semarang. Termasuk dalam hal pengendalian pornografi serta peredaran minuman keras. "Ini harus menjadi tindakan nyata dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement