Senin 23 May 2016 20:46 WIB

Aniaya Mantan Pacar, Oknum Polisi Dijebloskan ke Tahanan

Penjara/ilustrasi
Penjara/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Seorang oknum polisi di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Bripda Tawakal dijebloskan ke tahanan setelah melakukan penganiayaan terhadap seorang perempuan, yang merupakan mantan pacarnya.

"Setiap tindakan itu harusnya dipikirkan, apalagi jika itu tindakan pidana. Semua yang melakukan tindak pidana pasti akan mendapatkan hukuman dan tidak ada yang kebal hukum, meskipun pelakunya itu polisi," kata Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Frans Barung Mangera di Makassar, Senin (23/5).

Ia mengatakan, pelaku penganiayaan Bripda Tawakal dimasukkan ke sel tahanan setelah ada laporan resmi penganiayaan diterima oleh Polres Tana Toraja.

Penganiayaan dilakukan pelaku karena berdasarkan laporan dari korban Mutiatul Munawarah, pelaku tidak terima diputuskan sehingga naik pitam dan langsung melakukan penganiayaan.

Frans mengungkapkan, penganiayaan dilakukan pada Jumat (20/5). Pelaku pada saat itu menghubungi korban untuk bertemu di suatu tempat dan setelah ketemu, pelaku langsung menganiaya dengan cara memukul menggunakan tangan berkali-kali dan mendorong korban hingga terjatuh.

Saat korban terjatuh, kepala bagian kanan mengalami luka robek dengan lima jahitan karena terbentur di kaki meja. Kemudian melanjutkan penganiayaan itu dengan cara menginjak korban pada bagian dadanya.

"Jadi berdasarkan pengakuan korban, pelaku ini menganiaya karena tidak terima diputuskan. Korban dan pelaku menjalin hubungan sudah lima bulan. Korban sampai saat ini masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Fatimah, Makale," katanya.

Frans menegaskan, tindakan yang dilakukan oleh Bripda Tawakal itu tidak bisa diterima karena polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

Apalagi, kata dia, penganiayaan dilakukan terhadap seorang perempuan yang dengan jelas sangat ditentang karena adanya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan.

"Secara hukum, jelas pelanggarannya diatur dalam KUHP. Kemudian ada sanksi lainnya karena anak dan perempuan itu dilindungi oleh undang-undang," katanya.

Frans Barung berharap, kedepannya tidak ada lagi polisi yang melakukan tindakan sewenang-wenang dengan melakukan penganiayaan terhadap perempuan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement