Senin 23 May 2016 15:37 WIB

Kemenhub Perketat Operasional Drone

Red: Nur Aini
Drone
Foto: EPA
Drone

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memperketat pengoperasian pesawat tanpa awak atau drone bagi masyarakat umum guna mengantisipasi hal-hal yang membahayakan keselamatan penerbangan sipil.

Direktur Navigasi Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Rianto mengatakan, pengetatan pengoperasian drone tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PM 180 tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia.

Novie menjelaskan, dalam perubahan peraturan tersebut, pihak Kemenhub atau TNI diberikan kewenangan untuk menindaklanjuti drone yang sedang diterbangkan apabila dinilai membahayakan penerbangan dengan cara dijatuhkan atau ditembak dengan alat khusus, seperti drone-jamming.

"Melihat ancamannya ke penerbangan sipil, kita mengamendemen peraturan ini sehingga kita bisa proaktif untuk mengambil langkah, seperti menjatuhkan dan sebagainya," katanya, di Jakarta, Senin (23/5).

Hal ini karena, dia menyebutkan salah satu kejadian, yakni ditemukan drone tengah memotret pesawat di mana ketinggiannya jauh melebihi ketinggian pesawat tersebut di Yogyakarta. Ia mengatakan, dalam peraturan yang sebelumnya, yakni PM 180 Tahun 2015, Kemenhub hanya memiliki kewenangan preventif, seperti melarang, dan bukan kewenangan represif untuk menindak.

Novie mengatakan, peraturan tersebut telah diundangkan pada 3 Mei 2016 sejak ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 21 April 2016. Dalam mengoperasikan drone, ia menjelaskan, operator harus memiliki izin yang permohonannya harus berisi informasi lengkap dari drone itu sendiri, seperti spesifikasi teknis airborne and ground system, prosedur pengoperasian, prosedur keadaan darurat, kompetensi, dan pengalaman pilot (operator).

Kemenhub dapat menjatuhkan sanksi apabila drone tersebut dioperasikan di kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP), contohnya bandara, kemudian di controlled airspace dan uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500 kaki atau 150 meter di atas permukaan tanah (AGL).

TNI juga bisa memberikan sanksi apabila drone dioperasikan di kawasan udara terlarang (prohibited area) dan kawasan udara terbatas (restricted area). Prohibited area itu contohnya Istana Presiden, kilang minyak, atau pangkalan udara TNI," katanya.

Novie menuturkan, sanksi yang dikenakan yaitu sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, dan denda administratif. Denda administratif yang dimaksud adalah membayar antara 1.001 hingga 3.000 penalty unit, dengan satu unit penalti bernilai Rp 100 ribu.

"Kami akan menggelar sosialisasi terkait peraturan ini agar masyarakat paham dan berhati-hati dalam pengoperasian pesawat tanpa awak," katanya. Dia menambahkan, di bandara-bandara besar juga akan dibekali alat khusus penangkap drone.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement