Ahad 22 May 2016 13:39 WIB

‎'Batalkan Perda Larangan Miras, Mendagri Melawan Aspirasi Masyarakat'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Pansus RUU Anti Minuman Beralkhol Arwani Thomafi (kedua kiri)
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Ketua Pansus RUU Anti Minuman Beralkhol Arwani Thomafi (kedua kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol, Arwani Thomafi meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo untuk tidak membatalkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan minuman keras (Miras).

Arwani mengatakan Perda pelarangan Miras dibuat demi melindungi masyarakat. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Pemda Provinsi Papua dan Pemda Manokwari serta Pemda lainnya.

"Artinya Perda tersebut merupakan kebutuhan hukum yang lahir dari aspirasi masyarakat sehingga apabila Mendagri membatalkan berarti melawan aspirasi masyarakat," tegasnya, Ahad (22/5).

Ia meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak semena-mena dalam membatalkan atau melakukan penyelarasan Perda Miras. Mendagri, kata Arwani, hendaknya menunggu hasil pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang saat ini tengah dibahas di Pansus DPR RI.

Saat ini Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) memasuki pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja). Ada tiga pandangan yang berkembang di Pansus selama ini.

Pertama, pendapat yang mendorong RUU ini memiliki semangat untuk melakukan pelarangan minuman beralkohol tanpa pengecualian alias melarang total. Kedua, mereka yang mendorong agar RUU ini berisi larangan minuman beralkohol namun dengan pengecualian.

Fakta bahwa ada kelompok tertentu yang masih bersahabat dengan alkohol diakomodasi dengan kata pengecualian. Misalnya ritual keagamaan dan kepentingan pariwisata secara terbatas. Kelompok yang kedua ini seperti yang ada dalam draft RUU usulan DPR.

Kemudian yang ketiga, adalah kelompok yang mendorong membolehkan minuman berakohol namun dengan pengecualian. Minol tidak perlu dilarang hanya perlu dilakukan pengendalian atau pengaturan saja. Pemikiran ini paradoks dengan kelompok yang kedua yaitu melarang dengan pengecualian, kelompok ini sebaliknya, membolehkan dengan pengecualian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement