Selasa 17 May 2016 14:50 WIB

Penurunan Tanah di Sekitar Lumpur Lapindo Masih Terjadi

Rep: Binti Sholikah/ Red: Achmad Syalaby
Seorang warga melihat kondisi semburan lumpur panas Lapindo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (8/4).
Foto: Republika/Prayogi
Seorang warga melihat kondisi semburan lumpur panas Lapindo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Tim Kajian Kelayakan Teknis dan Sosial dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya telah melakukan kajian kelayakan pengeboran sumur baru Lapindo Brantas Inc di wilayah Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Tim yang dibawahi Gubernur Jawa Timur Soekarwo ini mulai bekerja akhir Februari 2016 sampai akhir Mei 2016.

Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Amien Widodo mengatakan, selama 1,5 bulan ini Tim peneliti dari ITS telah melakukan pengukuran penurunan tanah, melihat kondisi bawah permukaan, serta survei sosial untuk melihat persepsi masyarakat. Survei tersebut dilakukan di tiga desa yakni, Banjarasri, Kedungbanteng, dan Kalidewer.

"Itu semua masih diproses untuk verifikasi hasil. Penurunan tanah sudah diukur, ada beberapa tempat yang mengalami penurunan," jelas Amien saat ditemui di gedung Rektorat ITS, Surabaya, Selasa (17/5).

Ia menyebutkan, salah satu lokasi yang mengalami penurunan tanah yakni di Jl Raya Porong. Di lokasi tersebut, ada cekungan yang menyebabkan air menggenang dan tidak mengalir.

Nantinya, tim ITS akan melakukan tiga kali pengukuran untuk mengetahui tren penurunan tanah. Saat ini, tim sudah melakukan dua kali pengukuran, dan terakhir akan dilakukan pada akhir bulan ini.

Sebelumnya, Dosen Teknik Geofisika ITS tersebut pernah terlibat dalam tim bentukan Gubernur Jawa Timur untuk meneliti tanggul bagian luar secara intensif pada 2008 dan 2010.

Pada 2008, terjadi penurunan tanah yang menyebabkan tanah retak, keluar gas, dan rumah penduduk rusak. Tanah yang terpengaruh oleh peristiwa tersebut sekitar 500 meter dari pusat semburan lumpur. Pada 2010, tanggul bagian tengah ambles sehingga menutup pusat semburan dan arah semburan semakin melebar. Tanah yang terpengaruhi bertambah menjadi dua kilometer dari pusat semburan.

"Hasil studi tahun 2010 menunjukkan penurunan tanah 5 centimeter per tahun di kawasan sekitar semburan lumpur Lapindo. Deformasi proses dalam tanah itu masih terjadi, itu data yang signifikan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement