Senin 16 May 2016 18:55 WIB

RS Pasir Junghuhn, Bertahan di Tengah Modernitas

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Friska Yolanda
RS Pasir Junghuhn
Foto: Umar Mukhtar/Republika
RS Pasir Junghuhn

REPUBLIKA.CO.ID, Siang itu, saya bersama kerabat tiba di bangunan tua di kawasan perkebunan di Pangalengan, Kabupaten Bandung. Suasana depan bangunan ini tampak sepi. Hanya ada beberapa motor yang diparkirkan di halaman depannya. Lokasinya sendiri berada cukup jauh dari kawasan perkebunan. Akses jalannya rusak tak karuan. Kendaraan melaju seolah sedang digoyang gempa.

Di sisi kiri bangunan rumah sakit, terpampang sebuah tulisan, "PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) Rumah Sakit Pasir Junghuhn". Ya, bangunan tua ini adalah Rumah Sakit Pasir Junghuhn, yang berlokasi di Kampung Pasir Junghuhn Desa Wanasuka Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Halaman depan rumah sakit ini berupa aspal yang sudah rusak karena terkelupas. Penuh bebatuan kecil. Sederet pintu dan jendela menyatu dengan dinding bagian depan rumah sakit. Bentuk kusen pintu dan jendelanya, bermodel jadul alias jaman dulu. Warnanya abu-abu. Dindingnya hijau muda dan sudah agak kusam. Beberapa tiang penyangga tegak berdiri di bagian muka ini. Langit-langitnya tampak sudah ada yang bolong-bolong.

Kami pun masuk ke dalam melalui jalan kecil yang ada di sebelah kiri bangunan. Tampak ada seorang pria setengah baya melihat ke arah kami. Ia tersenyum ramah. Dani Harkat, namanya. Ia menempati Bagian Administrasi di rumah sakit itu. "(Rumah sakit) ini masih digunakan untuk pengobatan dan perawatan menginap bagi pekerja perkebunan," ujar dia menjelaskan kepada kami, belum lama ini. Saat kami datang, terlihat ada beberapa pegawai perkebunan yang sedang dirawat-inapkan. 

Di tengah bangunan rumah sakit, ada taman yang cukup luas. Tampak sekali taman ini selalu dirawat, hingga rumputnya pun masih hijau merona. Di tengah taman, ada kolam hiasan, dan juga beberapa tanaman hias. Taman ini dikelilingi deretan ruangan rumah sakit. Atap rumah sakit ini terbuat dari seng, dan warnanya agak karatan sehingga menjadi kemerahan. 

Oleh Dani, kami diajak berkeliling ke tiap ruangan satu per satu. Rumah sakit ini memiliki ruang rawat inap yang terdiri dari dua kelas, kelas 1 dan 2. Satu ruangan kelas 3 diisi 25 tempat tidur. Begitupun dengan ruangan untuk perempuan. Jumlah tempat tidurnya juga ada 25 unit. Ruang rawat inap di rumah sakit ini dipisah antara laki-laki dan perempuan.

Sementara, di ruang rawat inap kelas 2, ada berbagai macam fasilitas yang diberikan. Seperti kursi sofa, wastafel model jadul, meja, lemari, dan ranjang tempat tidur. Sampai sekarang pun ruangan kelas 2 ini masih digunakan. 

Uniknya, bahan bangunan rumah sakit bukanlah tembok seperti sekarang. Beberapa dinding pada bangunan rumah sakit ini masih otentik seperti ketika rumah sakit ini baru berdiri. Di lapisan terdalam dindingnya terdapat anyaman bambu. Ini terlihat karena ada beberapa bagian dinding yang bolong. Anyaman bambu ini kemudian dilapisi kapur, sedangkan rangkanya menggunakan material kayu.

Tidak seperti saat ini yang menggunakan paku untuk mengeratkan sambungan kayu, rangka-rangka dinding rumah sakit ini dierat dengan menggunakan pasak berbahan kayu, yang kemudian dimasukan ke dalam kayu yang sudah dilubangkan. Konstruksi demikian untuk mengantisipasi jika terjadi gempa bumi di wilayah Pangalengan.

Rumah sakit Pasir Junghuhn dikelilingi permukiman warga yang bekerja di perkebunan setempat. Sejak didirikan, warga dari kampung Pasir Malang, Kertamanah, Malabar, Purbasari, Talunsantosa dan Sedep, selalu memanfaatkan rumah sakit ini sebagai tempat pengobatan ataupun perawatan.

Rumah sakit ini juga memiliki ruangan untuk perawatan ibu hamil hingga melahirkan. Hingga sekarang, ruangan itu masih digunakan bagi perempuan setempat yang melahirkan. Beberapa peralatan bayi yang sudah berusia sama dengan rumah sakitnya, pun masih ada sampai saat ini dan masih berfungsi. Misalnya, alat timbang bayi, tabung untuk bayi yang baru melahirkan, dan ranjang khusus bayi yang terbuat dari kayu.

Bahkan, tidak sedikit perawat rumah sakit tersebut yang lahir di ruangan itu. Dede Kusmayati, misalnya. Perawat berusia 32 tahun ini lahir dengan peralatan bayi yang sudah tua itu, di ruang melahirkan tersebut. "Saya dulu lahirnya di sini," ujar dia sambil menunjukan ranjang tidur tempat ia dilahirkan. 

Kebanyakan, perawat di rumah sakit ini bekerja secara turun-temurun dari orang tuanya. Dede pun demikian. Orang tuanya sebelumnya terlebih dulu bekerja di rumah sakit Pasir Junghuhn ini. Tak hanya Dede, Lis Maryati, seorang kepala ruangan rumah sakit itu, pun sama. "Rata-rata yang bekerja di sini sudah dari turun-temurun, sudah dari orang tuanya," ujar Lis. 

Tidak ada yang tahu pasti kapan rumah sakit ini berdiri. Upaya mencari referensi dengan berselancar di dunia maya pun sulit diperoleh. Namun, menurut Lis, rumah sakit ini berdiri pada 1917. Awal berdiri, rumah sakit ini sebagai Balai Pengobatan dengan penginapan bagi pekerja kebun sekitar. "Iya, ini untuk masyarakat yang tinggal di kawasan perkebunan," kata dia.

Para dokter angkatan pertama saat rumah sakit ini baru berdiri, kata Lis, di antaranya adalah dr. Wieder, dr. Ishak, dan dr. Tatang serta masih banyak lagi. Dahulu, kata Lis, rumah sakit ini melayani sampai 200 pasien. Namun, setelah banyaknya Puskesmas, rumah sakit ini jadi sepi. Waktu bekerja bagi perawatnya pun jadi lebih luang. "Iya sih jadi santai, karena banyak yang berobatnya ke puskemas, kalau dulu pusatnya di sini," ujar dia.

Penamaan Junghuhn yang melekat pada rumah sakit ini, tak asal diberikan. Junghuhn bernama lengkap Franz Wilhelm Junghuhn. Ia seorang peneliti berkebangsaan Jerman. Menurut Lis, Junghuhn ini orang yang pertama kali menanam Kina di kawasan Pangalengan, tepatnya di Kampung Babakan Kina, kebun Purbasari. Berangkat dari itulah, ada kampung bernama Pasir Junghuhn hingga akhir juga melekatkan nama Pasir Junghuhn pada rumah sakit itu.

Saat ini, rumah sakit ini memiliki total 52 karyawan, termasuk dokter, perawat, administrasi, dan laboran. Dahulu, sebelum 2006, rumah sakit ini masih melayani tindakan operasi, seperti tubektomi dan tonsil serta yang lainnya. Namun, setelah tahun itu, pelayanan operasi mulai tidak dilakukan lagi dan selalu dirujuk ke rumah sakit yang lain seperti RS Al Ihsan di Baleendah.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement