Sabtu 14 May 2016 07:17 WIB

Bengkulu Rawan Kekerasan Seksual

Rep: Ratna Puspita/ Red: Bilal Ramadhan
Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pemerkosaan hingga meninggal menimpa YY (14 tahun) di Bengkulu bulan lalu. Peneliti Rutgers WPF Indonesia Nurul Agustina menyatakan provinsi yang berada di Pulau Sumatra itu memang rawan kekerasan seksual.

Nurul menyatakan kekerasan seksual kerap terjadi di Bengkulu dengan melibatkan orang terdekat korban. "Mitos kalau ada pernyataan pelaku kekerasan merupakan orang yang tidak dikenal, bahkan sering kali sangat dekat seperti orang tua," kata dia dalam Diskusi Jurnalisme Perspektif Jender di kantor Harian Republika, Jakarta, Jumat (13/5).

Dia menceritakan pengalaman membuat dokumenter mengenai korban perkosaan di Bengkulu. Pelaku merupakan ayah tiri korban. Ibunya TKI, ayahnya pergi tidak jelas ke mana. Lalu, ibunya menikah tapi tetap menjadi TKI sehingga anak tinggal bersama ayah tirinya.

Menurut Nurul, korban mendapat kesempatan untuk kabur dari ayah tirinya. Namun, dia justru bertemu dengan pelaku pemerkosaan lain. Ada juga kasus-kasus lain yang melibatkan ayah terhadap anak perempuannya.

Nurul menerangkan banyak wilayah di Bengkulu yang kurang maju. Warganya bertani dengan pola ladang berpindah. Kondisi itu membuat laki-laki melakukan aktivitas bertani jauh dari rumahnya. Ketika laki-laki beraktivitas ke ladang sering kali tidak ditemani istrinya. Sebab, istri harus mengurus rumahnya.

"Anak perempuannya yang justru menemani bapaknya. Kondisi ini yang menyebabkan ada incest," kata dia.

Kasus-kasus yang melibatkan orang terdekat ini kerap membuat korban enggan melaporkan kekerasan seksual yang dia alami. Tidak hanya di Bengkulu, namun di daerah-daerah lain di Indonesia.

Menurut Nurul, pelaku pemerkosaan juga kerap melontarkan alasan sebagai pembenaran melakukan perbuatannya. Misalnya, karena korban menggunakan pakaian terbuka, korban kerja di klub malam.

Persoalan lainnya, yaitu budaya masyarakat yang secara tidak langsung kerap menyalahkan korban. Karena itu, menurut Nurul kasus-kasus kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es. "Yang terpotret hanya puncaknya saja," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement