REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Student Centered Learning (SCL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang kini sangat populer di kalangan praktisi pendidikan di dunia.
“Student Centered Learning (SCL) merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai subyek atau peserta didik yang aktif dan mandiri, bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pembelajarannya,” ujar Ketua Program Studi Kehumasan AKOM BSI Ita Suryani, Senin (9/5).
Ita menambahkan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Angele Attard dan tim dari Educational International (EI) dan European Students Union mengenai perbandingan capaian hasil belajar, bahwa model passive learning atau cara tradisional seperti ceramah kuliah, membaca, audio visual dan demonstrasi capaian pembelajaran hanya 30 persen.
Sedangkan pada model active learning atau SCL seperti saling bertanya, berdialog, berdiskusi, capaian pembelajaran hingga 90 persen. “Sehingga bila dibandingkan dari hasil presentase kedua model tersebut, bahwa model SCL ini sangat direkomendasikan untuk diterapkan pada sistem pembelajaran perguruan tinggi di Indonesia,” tutur Ita Suryani.
Ita mengemukakan, BSI merupakan salah satu perguruan tinggi yang menerapkan model pembelajaran SCL, terutama pada program studi Kehumasan (PR). “Penerapan model pembelajaran SCL dilakukan dalam lima tahap,” ujarnya.
“Tahap pertama, Small Group Discussion, di mana mahasiswa peserta kuliah diminta membuat kelompok kecil 5 sampai 10 orang untuk mendiskusikan bahan yang diberikan oleh dosen atau bahan yang diperoleh sendiri,” jelas Ita.
Ita menambahkan, tahap kedua dengan Role-Play & Simulation, pada tahap ini mahasiswa diminta membuat perencanaan program kampanye Kehumasan (PR) dan mengimplementasikan program kampanye tersebut di masyarakat.
Sedangkan tahap ketiga, Ita menambahkan, yaitu case study, di mana mahasiswa melakukan analisa terhadap suatu kasus seperti kasus krisis yang dialami oleh perusahaan untuk kemudian dibuat laporan analisanya.
Tahap terakhir, kata Ita, yaitu Discovery Learning (DL). Pada tahap ini mahasiswa memanfaatkan informasi yang tersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.
“Keaktifan ini dilakukan dengan membaca buku-buku teks, membaca digital book dalam komputer, mencari bahan dari sumber-sumber online, dan memfasilitasi mereka untuk secara aktif mencari bahan, termasuk mendiskusikan informasi yang diperoleh”, jelas Ita.
Ita menambahkan, pada pelaksanaan Student Centered Learning (CSL) para mahasiswa memiliki keleluasaan untuk mengembangkan segenap potensinya, mengeksplorasi bidang/ilmu yang diminatinya, membangun pengetahuan serta kemudian mencapai kompetensinya melalui proses pembelajaran aktif, interaktif, kolaboratif, kooperatif, kontekstual dan mandiri.
Dengan prinsip ini, kata Ita, maka para mahasiswa diharapkan memiliki dan menguasai hard skills dan soft skills yang saling mendukung. Di sisi lain, para dosen beralih fungsi menjadi fasilitator, termasuk sebagai mitra pembelajaran, tidak lagi sebagai sumber pengetahuan utama.
“Oleh karenanya Student Centered Learning dipercaya sangat efektif dalam meningkatkan proses pembelajaran guna meraih hasil belajar mahasiswa secara optimal,” papar Ita Suryani.