Selasa 10 May 2016 22:07 WIB

Pengendalian Perubahan Iklim Harus Libatkan Semua Lapisan Masyarakat

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan  Siti Nurbaya
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pengendalian perubahan iklim dengan menurunkan emisi gas rumah kaca harus melibatkan semua lapisan masyarakat.

"Yang paling penting dari rekomendasi Kesepakatan Paris adalah keterlibatan masyarakat pengendalian perubahan iklim," kata Siti usai menghadiri Lokakarya Pengarusutamaan Isu Perubahan Iklim ke dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi dan Kebijakan Riset Nasional di IPB ICC, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Ia mengatakan berbagai persoalan perubahan iklim berasal dari keseharian masyarakat mulai dari persoalan udara, membuang sampah, mengolah sampah menjadi kompos, membuat sampah menjadi energi dan masih banyak lainnya.

"Keberhasilan implementasi Kesepakatan Paris akan sangat bergantung pada upaya bersama dan sinergi upaya berbagai pihak pemangku kepentingan, termasuk para ahli, akademisi dan lembaga pendidikan/penelitian," katanya.

Menurut Siti, untuk upaya pelembagaan pengarusutamaan perubahan iklim dan memfasilitasi partisipasi dan keikutsertaan segenap pemangku kepentingan, dikembangkan agenda dan forum seperti Pojok Iklim dan Balai Kliring.

"Kedua agenda dan forum ini tidak bisa terpisahkan, tetapi dalam sasaran akan mengerucut pada aktualisasi dan internalisasi implementasi Kesepakatan Paris," katanya.

Ia menjelaskan pojok iklim berfungsi sebagai forum diskusi untuk melakukan kajian, diskusi, berbagai karya cerdas yang merupakan inisiatif pada tingkat dasar dan merupakan karya komunitas termasuk dunia usaha.

"Dari forum ini kita harapkan dapar memperoleh pengetahuan yang bisa menjadi kekayaan bangsa kita, karena praktek mitigasi datang dari berbagai situasi dan keanekaragaman yang ditopang oleh kearifan lokal tradisional, dan menjadi himpunan inovasi teknologi modern dunia usaha," katanya.

Sementara itu, Balai Kliring merupakan forum dan proses pelembagaan pengarusutamaan dan mengerucutkan berbagai kebijakan dan agenda pemerintah serta dimensi-dimensi pendukungnya berupa riset dan kajian, terkait dengan kebijakan dan program pengendalian perubahan iklim, mitigasi dan adaptasi.

"Balai kliring dimaksudkan untuk mempertemukan, memusatkan dan membagi berbagai data dan informasi, serta usulan/proposal inisiatif dan program terkait dengan pengendalian perubahan iklim dan pembangunan ekonomi rendah karbon," katanya.

Siti mengatakan, inisiatif untuk mengarusutamaan isu perubahan iklim ke dalam pengembangan pendidikan tinggi dan kebijakan riset nasional perguruan akan bersinergi dengan inisiatif dan kegiatan pokok iklim dan balai kliring perubahan iklim.

"KLHK mengajak semua pihak untuk ikut serta dan berpartisipasi pada inisitif ini," katanya.

Dalam upaya pengendalian perubahan iklim, KLHK melibatkan sejumlah perguruan tinggi dan lembaga riset untuk mengembangkan kebijakan pendidikan dan riset dengan memasukkan isu perubahan iklim. KLHK bekerja sama dengan IPB, UGM, Universitas Indonesia, ITB, PERHIMPI, Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehuatanan Indonesia (APIK), dan Kemerinstekdikti.

Siti mengatakan, dampak perubahan iklim sudah sangat nyata. Tercatat pada tahun 2016 sudah terjadi tidak kurang dari 350 ribu orang di kawasan Pasifik harus kehilangan tempat hidupnya akrena hilangnya pulau akibat naiknya permukaan air laut.

"Beberapa dampak perubahan iklim sudah nyata, banjir, badai laut, bahkan mungkin turbulensi udara yang dialami dua pesawat yang baru ini terjadi bisa jadi karena perubahan iklim," katanya.

Indonesia telah meratifikasi Kesepakatan Paris dengan menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 dan dengan dukungan dunia internasional sebesar 41 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement