REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Praktik penambangan pasir laut untuk proyek reklamasi Jakarta di Teluk Banten masih berjalan hingga hari ini. Padahal, pada April lalu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten sudah mengeluarkan moratorium penambangan pasir.
Ribuan massa penduduk desa pesisir Serang Utara, khususnya Lontar dan Domas, mendatangi Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B). Mereka mengeluhkan operasi penambangan pasir laut yang masih dilakukan Kapal Queen of Netherland pada Senin, (9/5).
Praktek penambangan pasir laut amat disesalkan masyarakat, mengingat Pemprov telah mengeluarkan moratorium.
Pimpinan rombongan massa, Najid meminta Gubernur Rano Karno menerima kedatangan perwakilan massa dan mendengarkan keluhan mereka.
"Moratorium yang dikeluarkan Rano Karno terbukti mandul. Ini karena perusahaan penambang pasir laut tidak mengindahkan moratorium tersebut dengan tetap melakukan operasi penyedotan pasir siang dan malam," ujar Najid melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (9/5).
Dia menegaskan, seharusnya pemerintah hadir ketika masyarakat diganggu seperti sekarang. Nelayan Lontar sangat membutuhkan perlindungan dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Jangan sampai pemerintah dan aparat justru menjadi antek perusahaan jahat.
Sementara itu, Koordinator Kecamatan Pontang Front Kebangkitan Petani Nelayan (FKPN), H. Tuhi mengatakan, aktivitas penambangan yang dimulai dari tanggal 23 September 2015 dilakukan PT Hamparan Laut Sejahtera (HLS) dengan kapal Vox Maxima yang belokasi di Pulau Tunda. Kemudian PT Jet Star menggunakan kapal Queen of Netherland di Desa Lontar dan Domas. Proyek dilakukan tanpa adanya Perda dan Pergub Provinsi Banten.