REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Terorisme, Umar Abduh mengimbau agar pemerintah dan seluruh elemen bangsa jangan berisik dan mengumbar statemen terkait pembebasan sandera. Bila gaduh, kata dia, nantinya bisa merusak proses membangun kepercayaan yang dilakukan dan sedang berlangsung di lapangan.
"Biarkan tim di lapangan bekerja bebaskan empat sandera yang tersisa," kata Umar saat dihubungi, Sabtu (7/5).
Umar menilai saat ini para elite dalam kondisi sangat kreatif untuk mencari dan memanfaatkan moment apapun untuk dijadikan properti, keuntungan dan penghasilan. Mereka tak mempedulikan lagi kemungkinan akan berakibat buruk bagi tim yang berjuang di lapangan.
Perlu diketahui, lanjut dia, sejak dicanangkan perang melawan Terorisme tahun 2001, sekarang Muslim Filipina Selatan memandang Polri, Densus 88, dan BNPT Kemenkopolhukam sebagai ancaman.
"Karena merekalah yang sejak 2002 hingga sekarang sebagai pihak yang peling gencar mendiskreditkan perjuangan Muslim Moro Mindanau untuk memperoleh kemerdekaan sebagai gerakan terorisme," ujar Umar.
Untuk itu, kata dia, saat ini yang terpenting adalah menetapkan strategi penyelesaian kasus penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf. Strategi itu, lanjut dia, dengan menunjuk para mantan TNI Orde Baru sebagai ujung tombak perundingan.
"Dengan catatan empat pihak yakni Polri, Densus 88, BNPT, dan Kemenkopolhukam jangan mengumbar statemen asal ngomong. Seperti mengklasifikasikan gerakan perjuangan Muslim Mindanau atau Muslim Moro sebagai gerakan terorisme dan mengancam melakukan operasi militer ke wilayah Filipina Selatan," katanya.
Umar menambahkan, hal tersebut jelas merupakan tindakan provokatif dan kontraproduktif. Langkah dan strategi ke depan dalam menyusun kerja sama pertahanan dan keamanan, menurut dia, juga diharapkan tidak melibatkan unsur Polri, Densus 88, BNPT. "Mengingat tupoksi mereka adalah khusus dalam negeri," ujarnya.