REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menjalankan roda organisasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggunakan website resmi untuk sosialisasi informasi. Website resmi ini berdomain go.id yang artinya adalah portal resmi yang dikelola untuk kepentingan negara.
Publik mendapat informasi resmi dari website ini seputar pelaksanaan penyelanggaraan perlindungan anak, salah satunya adalah data kekerasan anak. Sayangnya, pada Ahad (1/5) ada pihak-pihak yang tidak senang dengan penyelenggaraan perlindungan anak di Tanah Air dan merestas websiter yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari entitas organisasi tersebut.
Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan ketika terjadi upaya peretasan, maka sesungguhnya hal itu menjadi ancaman bagi KPAI sebagai organisasi negara dan masyarakat umum sebagai pihak yang memiliki hak untuk mendapatkan informasi. "Namun, KPAI tidak akan takluk dengan penjahat perlindungan anak," kata Niam, semalam.
Tim KPAI langsung mengambil langkah perbaikan dan peningkatan keamanan. Dia mengatakan KPAI sudah menjalin kontak dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Niam menyebut ketika website KPAI diretas, informasi yang terpampang di dalamnya hilang dan ini tentu merugikan organisasi, bahkan negara. "Tentu hal ini juga merugikan masyarakat yang memiliki kepentingan dengan KPAI," kata dia.
UU telah mengatur larangan meretas situs orang lain tanpa hak. UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan dalam pasal 30 kegiatan yang dilarang adalah secara sengaja dan tanpa hak mengakses komputer orang lain dengan cara apapun. Ancaman pidana pun tidak main-main karena di dalam pasal 46 disebutkan setiap orang yang memenuhi unsur pelanggaran dipidana paling ringan enam tahun penjara dan atau denda Rp 600 juta hingga maksimal delapan tahun penjara dengan denda Rp 800 juta rupiah.