REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu negosiator yang ikut dalam pemulangan 10 warga negara Indonesia yang disandera oleh perompak di Filipina pimpinan Abbu Sayyaf menganalogikan peristiwa tersebut sebagai "ulah nakal anggota keluarga."
"Intinya ini ada anak nakal dalam satu keluarga. Nah, bagaimana kita komunikasi dengan itu," kata negosiator Eddy Mulya sebagai Minister Counsellor, Koordinator Fungsi Politik dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Manila, Filipina, saat ditemui di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Ahad (1/5) malam.
Ia menekankan bahwa pembebasan 10 WNI tersebut murni atas hasil negosiasi tanpa adanya uang tebusan.
"Ini 'full' negosiasi. Ada sahabat saya Pak Baidowi dengan teman-teman mereka yang atur, kita tindak lanjutnya," tutur Eddy.
Dia mengungkapkan bahwa pendekatan yang dilakukan lebih kepada hubungan antarpersonal yang sudah terjalin melalui kerja sama pendidikan.
Dalam hubungan tersebut ada seseorang yang dituakan dan dihormati bersama sehingga menghasilkan perundingan pembebasan sandera 10 WNI.
Dalam siaran pers yang diterima sebelumnya disebutkan bahwa pembebasan sandera dilakukan atas kerja Tim Kemanusiaan Surya Paloh yang merupakan sinergi gabungan jaringan pendidikan Yayasan Sukma atau Sekolah Sukma Bangsa di Aceh, pimpinan Ahmad Baidowi.
Sebanyak 10 ABK yang disandera telah tiba di Tanah Air melalui Lanud Halim Perdanakusuma, Ahad (1/5) pukul 23.30 WIB. Para sandera langsung dibawa ke RSPAD Gatot Subroto untuk pengecekan kesehatan.