REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Dinas Kesehatan Provinsi Bali mencatat 24 orang meninggal karena demam berdarah (DBD) sepanjang Januari-April 2016. Sepanjang medio tersebut ada 5.300 kasus DBD terjadi di Pulau Dewata.
"Kebanyakan kasus pasien meninggal diakibatkan keterlambatan diagnosa," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Ketut Suarjaya, Rabu (27/4).
Keterlambatan diagnosa tersebut, kata Suarjaya dikarenakan pasien tak menyadari jika demam yang mereka alami merupakan gejala demam berdarah. Saat yang bersangkutan dibawa ke rumah sakit, tubuhnya sudah memasuki fase shock. Pasien seharusnya sudah ditangani secara medis sejak fase awal sehingga bisa disembuhkan.
Wakil Direktur Pelayananan dan Pengendalian Mutu di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan, Luh Gede Sukardiasih mengatakan sejak Maret 2016 terjadi penambahan pasien DBD cukup banyak. Ini berimbas pada kurangnya ruang rawat inap.
RSUD Tabanan memiliki luasan 1,6 hektare (ha), namun dalam sehari setidaknya ada 700 pasien rawat jalan yang berkunjung ke poliklinik. Sekitar 10-15 pasien di poliklinik memerlukan rawat inap, ditambah pasien rawat inap yang masuk dari Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ini membuat pihak rumah sakit kewalahan menyiapkan kamar.
"Kami bahkan mengalihfungsikan salah satu ruang IGD sebagai ruang perawatan sementara sambil menunggu kamar tersedia," katanya.
Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta mengimbau pihak rumah sakit untuk tetap memberi pelayanan terbaik bagi pasien, meski jumlah pasien yang ada melebihi kapasitas rumah sakit. Selain respons penanganan cepat, pencegahan DBD juga dilakukan dengan menekankan pentingnya gerakan 3M, yaitu menguras tempat penampungan air secara rutin, mengubur barang-barang bekas atau tak terpakai, dan menutup tempat penampungan air.
"Pengasapan (fogging) juga tak kalah pentingnya untuk menekan penyebaran DBD di Bali semaksimal mungkin," kata Sudikerta.
Kasus demam berdarah tertinggi di Bali saat ini tercatat di Kabupaten Gianyar sebanyak 1.758 kasus. Berikutnya adalah Kabupaten Buleleng (1.337 kasus), Badung (1.061 kasus), sementara sisanya tersebar di enam kabupaten kota lainnya.