REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Propaganda salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) yang mengajak masyarakat bergabung mendirikan khilafah dinilai sebagai tindakan makar karena ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). GP Ansor menyatakan, propaganda tersebut harus dilawan dan dihentikan sebelum tumbuh menjadi ancaman nyata.
“Itu tindakan makar. Tujuan mereka mendirikan negara (khilafah) sendiri. Itu berarti mereka melawan negara yang sah yaitu NKRI. Sebagai warga negara, kami wajib membela negara dengan mengerahkan seluruh kekuatan Gerakan Pemuda (GP) Ansor untuk melawan dan memberantas propaganda tersebut,” kata Sekjen GP Ansor Adung Abdul Rahman, dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (27/4).
Menurut Adung, NKRI dengan Pancasila merupakan hasil konsensus yang disepakati para pendiri bangsa juga berbagai elemen negara dari bermacam agama, suku, pulau, dan budaya saat memerdekakan bangsa Indonesia. NKRI dan Pancasila harus dijaga dari gangguan-gangguan orang atau kelompok yang ingin mendirikan negara sendiri.
Sebagai realisasi itu, GP Ansor siap berada di barisan terdepan dalam mengamankan NKRI dan Pancasila. Adung berharap, pemerintah juga bertindak cepat mengantisipasi hal-hal seperti ini, meski saat ini masih terkendala belum selesainya revisi UU Anti Terorisme.
“Kita harus bergerak cepat untuk melawan tindakan makar seperti ini. Kita mengajak TNI dan Polri sebagai abdi negara melakukan tindakan tegas seperti propaganda mencopot spanduk-spanduk khilafah tersebut. Kita juga harus cegah berbagai kegiatandan bentuk kelompok tersebut terutama yang melibatkan banyak orang,” papar Adung.
Selain itu, pihaknya juga akan minta TNI dan Polri mengecek masjid di markas-markas kelompok ormas yang mengusung khilafah juga di kantor-kantor pemerintah dan BUMN. Langkah itu dinilai efektif untuk mengantisipasi propaganda khilafah yang bertujuan ingin memecah belah dan membubarkan NKRI.
Adung menilai, kalau ajakan khilafah itu hanya sekadar wacana dan diskusi masih bisa ditolerir sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan ilmiah. Tapi kalau sudah mengajak masyarakat mendirikan negara diluar NKRI dan Pancasila, jelas harus dilarang.
Ia mengungkapkan, bahwa kelompok yang ingin mendirikan khilafah itu tidak tahu sejarah. Mereka mengira Pancasila dan NKRI itu tidak berdasarkan syariah. Padahal, keputusan untuk menjadikan Pancasila dan NKRI itu oleh para pendiri bangsa dan melibatkan para kiai berdasarkan rumusan keagamaan.
“Tidak mungkin waktu itu KH Hasyim Ashari mengeluarkan fatwa jihad tanpa berdasarkan dalil syar’i karena risiko besarnya terbunuhnya warga NU, Ansor, dan para santri. Jadi NKRI hakekatnya adalah negara yang sah secara syariat,” tutur Adung.
Dengan demikian, jelas propaganda khilafah telah menodai perjuangan dan pengorbanan nyawa ribuan syuhada, baik kiai, santri, dan elemen bangsa lain saat berjuang mengusir penjajah dan mendirikan NKRI.
Penegasan serupa diungkapkan anggota Kaukus Pancasila, KH Maman Imanulhaq. Ia mengimbau pemerintah bertindak tegas menghentikan berbagai bentuk propaganda kebencian dan intoleransi dengan kedok agama atau khilafah, agar potensi konflik antar masyarakat dapat dihindari. Dalam hal ini Kaukus Pancasila mendukung reaksi GP Ansor untuk menurunkan paksa spanduk-spanduk tersebut.
Merujuk pasal asal 20 Kovenan Sipil dan Politik melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005, Pasal 156 jo. 157 KUHP, kata Maman, segala propaganda kebencian sudah semestinya dilarang. Terlebih, dalam negara yang berlandaskan Pancasila, tidak ada tempat bagi segala bentuk propaganda yang mendorong perpecahan dan menentang realitas Kebhinekaan bangsa Indonesia, baik berdasarkan suku maupun agama.