REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mantan Panglima Operasi Komando Jihad Maluku, Jumu Tuani memprediksi pelarian jaringan kelompok Santoso tak akan berumur panjang.
Ia menilai kekuatan kelompok Santoso terus melemah, karena mereka tak menguasai teknik survival selama bersembunyi di hutan.
Pria yang pernah mendekam di penjara selama enam tahun ini mengungkapkan kelompok Santoso terdiri atas orang-orang yang dikader secara instan. Mereka sengaja diciptakan oleh kaki tangan ISIS untuk mengusik kedamaian yang ada di Poso.
"Mereka hanya dilatih perang secara instan tanpa dibekali ilmu survival," katanya pada Senin (25/4) di Malang.
Menurutnya, orang-orang Santoso tidak memahami makna jihad secara komperehensif karena tidak melalui proses tarbiyah (pendidikan). Maka tak heran jika ilmu yang mereka miliki sangat terbatas.
"Hal pertama yang dipelajari adalah fikih jihad, bukan cara pegang senjata dan bikin bom," jelas mantan Ketua MUI Maluku Bidang Umum ini.
Jumu, yang bertahun-tahun terlatih di Poso mengatakan pegunungan dan hutan Poso adalah medan yang sulit. Strategi aparat mengepung kelompok Santoso untuk memutus jalur logistik dipandang sudah tepat.
"Kelompok itu hanya mengandalkan bantuan makanan dari anggota mereka di kota untuk bertahan hidup," imbuhnya.
Padahal, di hutan Poso banyak yang bisa dimanfaatkan tetapi kelompok tersebut tidak mengetahuinya. Dengan demikian cepat atau lambat kelompok Santoso akan semakin lemah seiring menipisnya logistik. Berdasarkan informasi yang ia terima, saat ini kelompok Santoso terdiri atas 26 anggota. Namun mereka terpecah menjadi tiga kubu.
"Para anggota kelompok mulai mempertanyakan apakah jihad ini adalah jalan yang syar'i," ujarnya.
Keikutsertaan istri Santoso ke dalam hutan semakin menambah keraguan akan makna jihad yang mereka lakukan.