Senin 25 Apr 2016 17:30 WIB

Pengamat: Soal Impor Kedelai, Sebaiknya Diberlakukan Sistem Tarif

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Hazliansyah
Pekerja melakukan bongkar muat kedelai impor untuk bahan baku pembuatan tahu, di Jakarta, Selasa (10/11).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja melakukan bongkar muat kedelai impor untuk bahan baku pembuatan tahu, di Jakarta, Selasa (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati meragukan perubahan sistem importasi jagung dan kedelai yang diberikan kewenangannya kepada Bulog.

"Kalau importasi jagung diberikan kewenangannya kepada Bulog tak terlalu masalah sebab impor jagung ini cuma kecil 30 persen. Namun kalau impor kedelai itu sangat banyak lebih dari 70 persen, jadi kalau hanya diberikan kepada Bulog saya rasa kurang tepat," katanya, Senin, (25/4).

Daripada kewenangan impor kedelai diberikan kepada Bulog, lebih efektif kalau diberlakukan sistem tarif impor. Ini akan menimbulkan kompetisi sehat.

"Semua importir bisa memberi pasokan kedelai. Nanti tinggal pemerintah yang mengatur berapa tarif impor kedelai yang pas," ujar Enny.

Nantinya importir dibanding terkena tarif impor mahal, maka dia akan mencari kedelai lokal. Ini dengan sendirinya akan mengurangi impor kedelai dan lebih mendukung penggunaan kedelai lokal. Selain itu masyarakat juga tak akan kekurangan pasokan kedelai.

Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi mengatakan setuju Bulog diberikan kewenangan impor jagung dan kedelai. Namun dengan syarat Bulog harus profesional, mampu menghilangkan moral hazard, serta dilakukan modernisasi Bulog juga perbaikan fasilitas.

"Selain itu  ditingkatkan kemampuan SDM-nya. Bulog juga harus membangun koordinasi dengan petani di bawah," kata dia.

Ketum Gabungan Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Aip Syarifudin menambahkan, pihaknya tak keberatan kewenangan impor kedelai diberikan kepada Bulog asalkan hasilnya lebih baik daripada sekarang.

"Kalau sekarang 100 persen impor diberikan kepada Bulog, apa Bulog mampu? Sebab nilai impor kedelai itu Rp 13 triliun per tahun, apakah Bulog punya anggaran sebesar itu? Bulog sepertinya tak punya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement