Senin 25 Apr 2016 08:10 WIB

Ke Mana Pemimpin Islam?

Red: M Akbar
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto:

Ulama juga tak lagi berada di atas penguasa. Sebaliknya, malah semakin halus dan sopan-santun pada penguasa, bagai tuntutan sang menantu kepada mertua. Andai tegas dan berani, tapi keberaniannya tak diperhitungkan. Penguasa tetap saja zalim.

Memang, perjalanan sejarah bangsa ini Islam kerap dipinggirkan. Padahal, umat Islam dan peran ulamalah yang merebut kemerdekaan dan menjadi garda terdepan penjaga NKRI. Dan kondisi hari ini lebih menyedihkan: peran ulama makin tenggelam. Ironinya, justru dari ulama sendiri yang tergiur duniawi. Semua ini sudah sunatullah.

Rasanya inilah salah satu makar Allah di akhir zaman. Namun, bukan berarti ini sebuah alibi bagi kita untuk diam dan hanya menyalahkan. Rasanya lebih elok buat kita memeriksa dari dalam. Memeriksa kualitas tauhid, akhlak, dan moral umat. Memeriksa dan menyeleksi ulama akhirat dan ulama suu. Memeriksa strategi dakwah bil hal, bil qalam, bil lisan.

Fenomena sosial, kezaliman penguasa, dan kepongahan Ahok sejatinya menjadi ibrah bagi bangsa ini, bukan untuk menjatuhkan. Melainkan bisa dijadikan bahan kontemplasi mendalam merevitalisasi peran ulama dan merumuskan strategi dakwah yang baru demi menjaga keharmonisan dan kemajuan Indonesia kemudian hari.

Semisal menguatkan dakwah bil qalam. Teringat obrolan dengan bekas Pemimpin Redaksi Majalah Sabili Ustaz Herry Nurdi beberapa tahun lalu. ''Seharusnya kita sudah memiliki media Islam besar berskala nasional, tapi gagal.'' Peran media sangat vital mencerdaskan umat. Mengembalikan ruh Islam, mereparasi akhlak bangsa ini.

Tauhid, moral, dan akhlak anak-anak bangsa semakin jatuh ke dasar lautan. Umat kehilangan induk. Entah ke mana pemimpin Islam. Padahal, Indonesia sudah di ambang kehancuran.

Umat butuh pemimpin yang kuat, berpengaruh, dan menyatukan seluruh elemen, bukan yang mudah menjatuhkan pihak lain atau klaim kebenaran pihak sendiri. Kita butuh pemimpin Islam yang memiliki akhlak mulia dan tidak mencintai dunia.

Semoga keresahan ulama saat ini tetap seperti dulu, yakni resah terhadap masa depan kualitas umat, bukan keresahan terhadap kekayaan, anak istri, popularitas, atau masa depan ponpes dan majelisnya. Jika ulama masih memiliki resah terhadap fatamorgana duniawi maka keresahan itu patut untuk ditertawakan.

Mari memeriksa dari dalam, merenungi salah satu wasiat Imam Ghazali: rusaknya masyarakat atau peradaban karena rusaknya ulama. Allahumma badid samlahum. Allahummarham umatan Muhammad. Allahummaslih umatan Muhammad. Allahumma shalli alaa Muhammad.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement