Ahad 24 Apr 2016 23:46 WIB

Regulasi Tumpang Tindih Bikin Nelayan Kurang Sejahtera

Rep: Bowo Priadi/ Red: Dwi Murdaningsih
Nelayan
Foto: Republika/ Wihdan
Nelayan

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sejumlah peraturan dan payung hukum dalam mendorong kesejahteraan nelayan dinilai masih tumpang tindih. Hal ini disebut-sebut menjadi penghambat langkah pemerintah dalam mendorong nelayan dalam kehidupan yang labih baik.

 

Pakar kelautan Universitas Stikubank (Unisbank) Kota Semarang, Karman mengatakan, sejumlah program yang digulirkan pemerintah untuk mengangkat harkat kesejahteraan nelayan memang patut diapresiasi.

 

Hanya saja, masih butuh sinergi kebijakan dan regulasi agar upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan ini bisa dilaksanakan dengan optimal. “Tidak seperti sekarang, masih banyak regulasi yang kontraproduktif di lapangan,” ujarnya, Ahad (24/4).

 

Ia mengatakan, salah satu kendala dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim adalah masih adanya tumpang tindih antara satu regulasi dengan regulasi yang lain. Akibatnya pelaksanaan di lapangan semakin tidak jelas.  

 

Ia mencontohkan perihal definisi nelayan kecil yang hingga saat ini masih berbeda. Ada yang menyebut nelayan yang menggunakan kapal di bawah 10 gross ton (GT), di sisi lain  ada yang menyatakan 15 GT.

 

Ini sangat berimbas pada pembiayaan. Sebab seperti nelayan dengan kapal di bawah 5 GT tidak dipungut biaya. Persoalan semakin rumit dengan munculnya perbedaan di masing- masing kabupaten/ kota.

 

Dengan kondisi tersebut, Karman meminta kepada para pemegang kebijakan untuk lebih tepat sasaran dalam rangka menyejahterakan nelayan. Soal kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti terkait alokasi bahan bakar minyak (BBM), padahal pertamina juga mengeluarkan kartu.

 

Juga dalam hal asas hukum, seharusnya ada aturan khusus setelah kebijakan pusat melarang cantrang. Dalam hal ini peraturan yang mana yang dipakai. Karena nelayan cantrang itu juga pekerja,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement