REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ketua Umum Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Cabang Malang, Endang Hariyani, mengatakan anak berkebutuhan khusus (difabel) perlu dididik menjadi manusia yang mandiri. Menurut dia, untuk menjadi manusia mandiri sebagaimana orang normal adalah hak difabel.
Di bawah naungan YPAC, anak-anak dibina untuk mengasah kemampuan mereka dari tahap yang paling dasar. Endang mengatakan banyak lulusan YPAC yang dapat hidup mandiri.
Sebagian dari kaum difabel bahkan diterima bekerja di perkantoran sebagai tenaga administrasi. YPAC juga mempekerjakan alumninya sebagai staf dan penjaga asrama. "Jangan memandang kaum difabel dengan sebelah mata karena otak mereka juga punya kemampuan berfikir," kata Endang, Sabtu (23/4) di Malang.
Meski anak difabel memiliki gangguan mental yang mengganggu proses berfikir, YPAC tetap mendidik mereka agar punya ketrampilan. "Bahkan jika mereka hanya bisa memberi makan ikan di kolam tetap akan kita latih," jelasnya.
Semakin dini anak difabel dilatih, semakin mudah pula membentuk mereka menjadi manusia yang mandiri. Waktu ideal untuk mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) dimulai sejak mereka berusia 5-7 tahun. Pada usia itu sang anak belum mempunyai konsep diri sehingga mudah dibentuk. Selain itu di usia tersebut ABK sudah dapat diajak berpikir.
Karenanya, ketika American Corner (Amcor) Universitas Muhammadiyah Malang mengajak anak-anak YPAC memeringati hari bumi dengan mendaur ulang sampah, YPAC menyambut dengan tangan terbuka.
Endang menuturkan selama ini perhatian pemerintah terhadap hak-hak kaum difabel masih jauh dari layak. Ia menyebut masih banyak fasilitas umum yang tidak ramah difabel. "Contohnya trotoar, di Indonesia sangat sulit kita temui trotoar yang nyaman dilalui para pengguna kursi roda," katanya.