Jumat 22 Apr 2016 17:13 WIB

Hukuman Penjara Dinilai tak Cukup bagi Koruptor

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4).  (Antara/Rivan Awal Lingga)
Foto: Rivan Awal Lingga
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4). (Antara/Rivan Awal Lingga)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hukuman penjara saja dinilai tidak cukup bagi para terpidana kasus korupsi. Para koruptor harus juga diberi hukuman lain agar tidak kembali mengulangi kejahatannya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Nasution mengatakan ada tiga hukuman yang hendaknya dijatuhkan pada para koruptor. Ketiganya adalah hukuman berat (penjara dalam waktu lama), penyitaan terhadap hartanya, dan pencabutan terhadap hak-hak keperdataan, terutama hak-hak keperdataan yang memungkinkan mereka untuk kembali korupsi.

“Sehingga mereka tidak bisa membentuk PT lagi ataupun membeli saham. Percuma hukuman penjara saja tidak ngefek, di dalam penjara orang masih bisa berbisnis,” kata Boyamin saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (22/4).

Pada Kamis (21/4) malam, terpidana kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono tiba di Tanah Air setelah 13 tahun buron. Menurut Boyamin, 13 tahun merupakan waktu yang terlalu lama untuk menangkapnya. Dia pun menduga tidak ada niat kuat dari pemerintahan terdahulu untuk menangkap Samadikun.

“Buktinya sekarang bisa menangkap. Kalau saya boleh menuduh, malah disuruh pergi kok,” ujarnya.

Apabila pemerintah serius mengusut kasus BLBI, maka seharusnya sudah tuntas sejak dulu. Jika kasus tersebut tuntas, maka seharusnya uang negara sudah kembali semua.

“Sekarang, yang dari bank swasta Rp 200 triliun baru 25 persen saja yang sudah balik. Sementara yang bank BUMN Rp 400 triliun belum tersentuh,” kata Boyamin.

Samadikun adalah mantan Presiden Komisaris PT Bank Modern, Tbk. Dia terbukti menyalahgunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia dari tujuan yang secara keseluruhan berjumlah Rp 80.742.270.528,81. Alhasil, tindakannya tersebut mengakibatkan kerugian negara Rp 169.472.986.461,52.

Meski statusnya sebagai terpidana, namun Samadikun tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 karena melarikan diri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement