REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Kepala Bidang Pengkajian dan Penataan Lingkungan Badan Lingkungan Hidup dan Riset Daerah (BLHRD) Provinsi Gorontalo, Nasruddin mengatakan saat ini tutupan eceng gondok di Danau Limboto mencapai 70 persen dari luas danau. "Konsentrasi terbesar ada di bagian tengah danau dan bergerak sesuai musim. Tanaman ini bergerak dari arah Barat dan Utara ke bagian Timur dan Selatan," katanya di Gorontalo, Rabu (20/4).
Dia menjelaskan, penyebaran tanaman gulma air tersebut terdapat di bagian Barat, Tengah, Tenggara dan Utara danau yang sedang kritis itu. Keberadaan eceng gondok menjadi satu dari sekian masalah penyebab pendangkalan dan penyusutan luas danau itu, karena percepatan evaporasi (penguapan) yang terjadi.
Eceng gondok yang telah mengering atau mati juga mempercepat pendangkalan. Karena sisa tumbuhan itu akan turun dan mengendap di dasar danau. Selain itu, keberadaan gulma tersebut juga bisa menghalangi cahaya ke dalam air danau, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dalam air. "Dari data kami kadar oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) di Danau Limboto rendah," imbuhnya.
Danau Limboto merupakan satu dari 15 danau kritis di Indonesia, karena mengalami pendangkalan akibat sedimentasi dan penyusutan luas. Berdasarkan data LIPI, luas Danau Limboto sampai tahun 2007 sebesar 2.537,152 hektare, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter. Sedangkan luas daerah tangkapan air sekitar 900 kilometer persegi.
Pada 932 rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 hektare. Lalu pada 1961 rata-rata kedalaman danau berkurang menjadi 10 meter dan luas menjadi 4.250 hektare. Di danau ini hidup sedikitnya sembilan jenis tumbuhan air, serta 12 jenis ikan. Empat spesies ikan di antaranya adalah endemik.