REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Banyak kasus penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) yang tidak dilaporkan. Padahal, setiap tahun ilegal fishing membuat negara merugi kurang lebih hingga Rp Rp 101 triliun. Kepala Penasihat Teknis serta Manajer Proyek dari EU-UNDP SUSTAIN Gilles Blanchi mengatakan, ada jarak yang signifikan antara jumlah kasus IUUF (illegal, unreported and unregulated fishing) yang dilaporkan dengan jumlah kasus yang sampai di pengadilan.
"Jadi, banyak ratusan laporannya, tapi ternyata enggak sampai pengadilan semuanya," kata Gilles dalam pelatihan terpadu penegak hukum penanganan IUUF, di Batam, Selasa (19/4).
Ia mengatakan, Uni Eropa sebagai pasar dari ekspor ikan terbesar pun merasa peduli dan menilai perlunya reformasi peradilan IUUF. Apalagi, ini juga sejalan dengan rencana Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang terus memerangi IUUF.
Lantaran itu, UNDP sebagai pelaksana proyek yang dibiayai dari Uni Eropa tersebut percaya bahwa situasi ini dapat dipecahkan jika semuai instansi bekerja sama. "Tantangannya ini waktu penyelesaian itu. Kami berharap waktu itu bisa dipersingkat, jadi kasus ini bisa diselesaikan di pengadilan lebih cepat," katanya.
Selain itu, kata Gilles, perlu penyamaan persepsi terkait penggunaan teknologi dalam penyelesaian IUUF. Saat ini, menurut dia, sudah ada teknologi yang memudahkan para penegak hukum untuk menyelesaikan persoapan IUUF.
"Dengan adanya teknologi, tidak ada lagi pelanggar-pelanggar yang ngaku-ngaku karena ada bukti dia memang melanggar hukum, kayak sistem monitoring kapal, kami mendukung peserta menggunakan intrumen-instrumen ini di masa yang akan datang," katanya.
Diketahui, Indonesia turut menjadi fokus proyek EU-UNDP Sustain dalam hal penanganan IUUF. Pasalnya, dalam kalkulasi Uni Eropa, nilai kerugian akibat tindak pidana IUUF di dunia mencapai Rp 10 miliar euro dan 15 persen di antaranya berasal dari penangkapan ikan secara ilegal.
Adapun proyek EU-UNDP Sustain merupakan proyek dukungan terhadap pembaruan peradilan untuk Mahkamah Agung yang berlangsung dari 2015-2019, didanai oleh Uni Eropa sebesar 10 juta euro, dan diimplementasikan oleh UNDP Indonesia. Pelatihan kali ini diikuti 50 perwakilan dari pengadilan khusus perikanan serta para aparat penegak hukum yaitu: para hakim khusus perikanan, jaksa, polisi, PPNS, serta TNI AL